BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi yang semakin pesat
sekarang ini membuat para pemerintah dan organisasi (LSM) mulai berpikir
bagaimana caranya agar Indonesia tetap stabil untuk bisa terus menyesuaikan
diri dengan perkembangan ekonomi saat ini, apalagi di tahun 2016 ini di mana
anggota ASEAN termasuk Indonesia menyepakati suatu perjanjian Masyarakat
Ekonomi Asia (MEA). Hal tersebut dilakukan dengan dalih pengubahan ASEAN dengan
menjadi suatu kawasan makmur, stabil dan sangat bersaing dalam perkembangan
ekonomi yang berlaku adil dan dapat mengurangi kesenjangan dan kemiskinan
sosial ekonomi. Yaitu dengan cara Negara yang termasuk kedalam anggota ASEAN
bebas untuk berdagang, bekerja, investasi, produk, dan modal.
Melihat hal tersebut, khususnya di
Indonesia dimana sumber daya manusia khususnya tenaga kerja yang masih belum
mempunyai keahlian atau keterampilan dan pengangguran yang begitu banyak akan
mengakibatkan kesenjangan bagi para tenaga kerja Indonesia dan bahkan tenaga
kerja Indonesia akan tersingkirkan oleh ternaga kerja asing yang datang ke
Indonesia. Dari Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa tingkat pengangguran di
bulan Agustus tahun 2013 sampai bulan Agustus 2015 mengalami penurunan dan
kenaikan. Dapat dilihat penggangguran di bulan Agustus tahun 2013 (7,41 juta
orang), bulan Agustus tahun 2014 (7,24 juta orang), bulan Agustus tahun 2015 (7,56
juta orang) . http://www.bps.go.id/Brs/view/id/1196.
Maka dapat dilihat di tahun 2014 jumlah pengangguran mengalami penurunan, namun
pada tahun 2015 mengalami kenaikan.
Dengan jumlah penganguran yang banyak, dan
di mana jumlah penduduk Indonesia yang setiap tahunnya bertambah akan membuat
semakin berat bagi bangsa Indonesia untuk mempersiapkan diri untuk mengahadapi
MEA. Menurut Adam Smith (dalam Sanusi, 2004, hlm. 78) mengemukakan bahwa “buruh
tahunan disetiap bangsa merupakan kekayaan yang pada mulanya sebagai pemasok
bangsa dengan aneka kenyamanan hidup yang dibutuhkan." Jadi apabila setiap
masyarakat mempuyai pekerjaan salah satunya sebagai seorang buruh, maka dapat
menjadi suatu pemasokan bagi suatu bangsa dalam memenuhi kenyamanan hidup.
Melihat kondisi di
atas maka pembangunan ketenagakerjaan mempunyai tujuan untuk menyediakan
lapangan kerja dan lapangan usaha, sehingga setiap angkatan kerja memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini sesuai dengan
amanat UUD 1945 pasal 27 ayat (2) dan ini merupakan ciri khas dari sistem
ekonomi kerakyatan. Selanjutnya dalam GBHN 1999-2004 diamanatkan bahwa
pembangunan ketenagakerjaan di arahkan pada peningkatan kompetensi dan
kemandirian tenaga kerja, peningkatan pengupahan, penjaminan kesejahteraan,
perlindungan ketenagakerjaan dan kebebasan berserikat.
Oleh karena itu, menanggapi hal tersebut penulis
akan membuat makalah yang bejudul “Usaha-Usaha Pembangunan Sumber Daya
Manusia”. Guna untuk memberikan penjelasan, cara, tujuan, dan manfaat dari
usaha pembangunan sumber daya manusia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia
(MEA)
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kondisi
ketenagakerjaan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia (MEA)?
2.
Apa pengertian pengembangan
sumber daya manusia?
3.
Bagaimana usaha pembangunan
sumber daya manusia?
4.
Apa penjalasan dari teori Karl
Marx tentang pembangunan?
5.
Apa tujuan pengembangan sumber
daya manusia?
6.
Apa manfaat pengembangan sumber
daya manusia?
C. Tujuan Masalah
1.
Mengetahui kondisi
ketenagakerjaan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia (MEA)?
2.
Mengetahui maksud pengembangan
sumber daya manusia.
3.
Mengetahui cara pembangunan
sumber daya manusia.
4.
Mengetahui teori Karl Marx tentang pembangunan.
5.
Mengetahui tujuan pengembangan
sumber daya manusia.
6.
Mengetahui manfaat pengembangan
sumber daya manusia.
D. Manfaat
Dapat dijadikan sebagai suatu tolok ukur
untuk menyiapkan sumber daya manusia yang siap dalam menghadapi perkembangan
ekonomi saat ini seperti Marsyarakat Ekonomi Asia (MEA).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kodisi Ketenagakerjaan Indonesia dalam Menghadapi Masyarakarat Ekonomi Asia (MEA)
Indonesia dituntut mempersiapkan diri
secara matang dalam menghadapi tantangan global ke depan. Jika tidak, maka akan
berdampak bukan hanya dari hal kesejahteraan rakyat, tetapi juga berpotensi
menimbulkan konflik, bahkan perusakan kultural.
Dari situs resmi
news online http://news.okezone.com/read/2015/11/28/337/1257513/angka-pengangguran-di-indonesia-tertinggi-se-asean. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya,
mengakui, kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
masih sangat minim. Padahal, diyakini, Indonesia akan menjadi pasar
utama bagi berbagai produk dan jasa dari negara anggotanya."Jangan sampai
kita jadi bulan-bulanan, dikepung dan dibanjiri oleh produk-produk mereka tanpa
kita mendapatkan manfaat," kata Tantowi dalam
seminar umum bertema 'MEA: Antara Nasionalisme dan Pasar Bebas Tenaga Kesehatan'
di Universitas MH Thamrin. Pada seminar yang digagas Developing Countries
Studies Center (DCSC) dan Universitas MH Thamrin, ini Tantowi juga menjelaskan,
jika tidak ada persiapan matang untuk menghadapi tantangan itu maka justru akan
menciptakan risiko ketenagakerjaan bagi negeri ini. Mengingat tenaga kerja
nasional masih kalah bersaing. "Pengangguran di Indonesia tertinggi
di antara 10 negara Asean anggota MEA lainnya. Kemudian, sektor informal masih
mendominasi lapangan pekerjaan. Di mana sektor ini justru belum mendapat
perhatian dari pemerintah," sesalnya,
Jakarta, Sabtu (28/11/2015).
Berdasarkan pernyataan tersebut, Indonesia
khususnya pemerintah harus bisa menyiapkan dan membangun sumber daya manusia
yakni para tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia
(MEA) supaya Negara kita tidak menjadi tamu di Negara sendiri. Oleh karena itu,
tidak hanya pemerintah saja tetapi dalam hal ini organisasi (LSM) yang bergelut
di bidang ekonomi harus ikut berperan dalam menyiapkan dan membangun sumber
daya manusia yang mampu bersaing di dunia kerja serta dapat mengembangkan
keterampilannya supaya dapat bekerja.
Dengan adanya persiapan dan pembangunan
sumber daya manusia yang dilakukan baik oleh pemerintah dan organisai (LSM)
dapat mengurangi jumlah pengangguran dan dapat memberikan bekal keterampilan
serta dapat menjadikan masyarakat Indonesia siap untuk bersaing dan siap pula untuk
menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia (MEA).
B. Pengembangan Sumber Daya Manusia
1. Pengertian Pembangan Sumber Daya Manusia
Samsudin (2010, hlm. 107) mengemukaka
bahwa “Pengembangan sumber daya manusia
adalah penyiapan manusia atau karyawan untuk memikul tanggung jawab lebih
tinggi dalam organisasi atau perusahan.” Pengembangan
atau pembangunan manusia berhubungan erat dengan peningkatan kemampuan
intelektual yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik.
Pembangunan sumber daya manusia berpijak pada fakta bahwa setiap tenaga kerja
membutuhkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang lebih baik. Pembangunan
lebih terfokus pada kebutuhan jangka panjang dan hasilnya hanya dapat diukur
dalam waktu jangka panjang. Juga membantu para karyawan untuk mempersiapkan
diri dalam mengahdapi perubahan pekerjaan atau jabatan yang diakibatkan oeh
oleh adanya teknologi baru atau pasar produk baru.
usaha-usaha pembangunan pada umunya diarahkan untuk
mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap dalam masyarakat yang lebih kondusif
bagi pembaharuan, pembangunan dan pembinaan bangsa. Dalam hal ini termasuk
pengembangan motivasi kegairahan usaha yang bersifat produktif. Usaha dalam
bidang ekonomi ditunjukan untuk menambah peralatan modal dan keterampilan agar
satu sama lain dapat saling mendukung usaha-usaha dalam peningkatan pendapatan
perkapita serta produktivitas perkapita. Proses pembangunan suatu bangsa yang
pada hakikatnya merupakan suatu perjuangan dari bangsa tersebut dalam
menghadapi keterbelakangan dan hambatan-hambatan di berbagai bidang, baik
bidang ekonomi, politik, maupun sosial budayanya.
Menurut Samsudin (2010, hlm.
108) peningkatan efisiensi dan produktivitas sumber daya manusia dapat dicapai
dengan cara meningkatkan:
a.
Pengetahuan karyawan;
b.
Keterampilan karyawan;
c.
Sikap dan tangung jawab
karyawan terhadap tugas-tugasnya.
C. Usaha Pembangunan Sumber Daya Manusia
Usaha
pembangunan sumber daya manusia dapat dilakukan oleh pemerintah dan dapat
dilakukan oleh organisasi (LSM). Dengan itu, maka usaha
pembangunan sumber daya manusia dapat berjalan dengan baik demi dapat
menjadikan masyarakat memiliki kompetensi yang diharapkan di bidang ekonomi,
politik, maupun sosial dan budaya.
1. Usaha Pembangunan Sumber Daya Manusia oleh Pemerintah
Subandi (2011,
hlm. 81) mengemukakan bahwa “Pembangunan
Sumber Daya Manusia dapat dilakukan dengan perbaikan akses terhadap konsumsi
pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, dan gizi) merupakan strategi
pemerintah yang cukup penting untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki
kesejahteraan penduduk Indonesia.” Untuk meningkatkan kualitas pelayan tersebut
dibutuhkan investasi modal insani yang pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas golongan miskin.
Investasi dalam bidang
pendidikan (formal dan non-formal) berperan penting dalam mengurangi kemiskinan
dalam jangka panjang, baik secara langsung melalui produktivitas dan efisiensi,
maupun secara langsung memberi pelatihan kepada golongan miskin dengan
keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas mereka, yang pada
gilirannya akan meningkatkan pendapatan mereka. Investasi bidang kesehatan juga
merupakan kebijakan penting untuk mengurangi kemiskinan. Dan investasi di
bidang gizi juga merupakan sesuatu yang penting bagi masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan sehari-harinya guna mengurangi kemiskinan.
2. Usaha Pembangunan Surber Daya Manusia oleh Organisasi (LSM)
Semakin diakui bahwa kesuksesan pembangunan
bergantung tidak hanya pada sektor swasta dan dinamis dan sektor publik yang
efisien, tetapi juga pada sektor masyrakat yang aktif. Hanya mengandalkan pada
dua sektor pertama saja belumlah cukup. Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith
(2006, hlm. 43) mengemukakan bahwa “Organisasi yang ada di sektor masyarakat
(LSM) atau non-govermental organizations (NGO) dalam konteks pembangunan tetapi
juga disebut sebagai organisasi nirlaba, sukarela, independen, masyarakat
sipil, atau organisasi masyarakat.”
Organisi (LSM)
umumnya memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat agar dapat
menjadi karyawan yang diharapkan guna dalam pembangunan sumber daya manusia.
Pendidikan berbeda dengan pelatihan. Pendidikan lebih
bersifat filosofis dan teoritis. Samsudin (2010, hlm. 110) mengemukakan bahwa
“pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran.” Dalam
pembelajaran terdapat pemahaman, maka dengan pemahaman tersebut karyawan
dimungkinkan dapat menjadi seorang innovator, pengambil inisiatif, pemecah
masalah yang kreatif, dan menjadi karyawan yang efektif dan efisien dalam
melakukan pekerjaan.
Pelatihan merupakan bagaian dari
pendidikan. Samsudin (2010, hlm. 110) mengemukakan bahwa “Pelatihan bersifat
spesifik, praktis dan segera. Spesifik berarti
pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan. Praktis dan
segera berarti yang sudah dilatihkan dapat dipraktikan.” Jadi pelatihan
dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waku
yang relatif singkat (pendek), guna untuk menyiapkan karyawan agar dapat
melakukan pekerjaan yang dihadapinya.
Berdasarkan kategori karyawan, pelatihan
dapat berupa program orientasi karyawan baru, pelatihan umum secara ekstensif,
pelatihan job spesifik, praktik, pelatihan peralatan, dan prosedur operasi.
Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik maka karyawan akan siap
baik fisik maupun mental dalam mengahadapi dunia kerja yang sesuai dengan
perkembangan jaman saat ini.Agar pemberian pelatihan kepada karyawan dapat berjalan
dengan baik maka diperlukan metode dan strategi yang cocok untuk membantu
terwujudnya pelatihan yang efektif dan efisien.
a.
Metode pelatihan
Menurut Dale Yodar (dalam Samsudin, 2010,
hlm. 111) metode pelatihan dappat dibagi menjadi dua kategori sebagai berikut:
1)
In house atau on-site training
In-housen
training (IHT) berupa on the job training, seminar aau lokakarya, insruksi lewat media
(video, tape, dan satelit), dan instruksi yang berbasis computer.
2)
External atau outsite training
External
training terdiri dari kursus, seminar, dan
lokakarya yang diselenggarakan oleh asosiasi professional dan lembaga
pendidikan.
b.
Strategi pelatihan
Menurut Goestech
dan Davis (dalam samsudin, 2010, hlm. 120) ada lima macam strategi untuk
memaksimalkan sumber daya pelatihan, yaitu sebagai berikut:
1)
Membentuk
kualitas dari awal (Do it right from
frist time)
2)
Merancang
dari yang kecil. Jangan coba untuk menyelenggarakan
pelatihan bagi semua orang mengenai segala. Buat kegitan yang spesifik dengan
tujuan yang spesifik pula.
3)
Berfikir
kreatif. Jangan menggangkap pendekatan konvensional
adalah hal yang terbaik. Penggunaan video interaktif one an one peer training
mungkin lebih efektif untuk keadaan tertentu.
4)
Melihat-lihat
dahulu. Sebelum membeli jasa pelatihan, lakukan
analisis menyeluruh terhadap tujuan pekerjaan yang spesifik. Putuskan apa yang
diinginkan dan yakinkan perusahaan yang diajak dalam perjanjian tersebut.
5)
Preview dan customize. Hindari membeli produk pelatihan (video, manual, dan lain-lain) tanpa meninjau
manfaatnya terlebih dahulu.
Menurut Michael P. Todaro dan Stephen C.
Smith (2006, hlm. 46) Sedikitnya ada tujuh keunggulan kompratif organisasional
yang tumpang tindih dan saling memperkuat untuk LSM internasional atau nasional
atau organisasi lokal seperti federasi organisasi yang berbasis masyarakat:
a.
Inovasi. LSM dapat memainkan
peran penting dalam perancangan dan implementasi berbagai program yang berfokus
pada pemberantasan kemiskinan dan tujuan pembangunan yang lain. Sebagai contoh,
LSM yang bekerja langsung dengan orang miskin dapat menyusun program yang baru
dan lebih efektif yang menjangkau masyrakat miskin, yang ditunjang oleh
hubungan kerja yang erat ini. Perusahaan
individual yang beroriantasi laba mungkin kurang terdorong untuk menciptakan
inovasi pemberantasan kemiskinan, terutama ketika bentuk inovasi yang efektif
tersebut sangat sulit diantisipasi karena tidak ada permintaan proposal yang
dapat ditulis untuk merangsang inovasi tersebut. Dalam banyak kasus, pemerintah
mempunyai keunggulan untuk menciptakan program yang mapan. Namun pemerintah
kurang berhasil dalam menciptakan inovasi program yang signifikan, dibandingkan
dengan (atau setidaknya tanpa dukungan dari) sektor LSM. Secara umum,
pemerintah cenderung untuk menasarkan pelayanan yang seragam, padahal kaum
miskin mempunyai kebutuhan khusus yang berbeda dengan sebagian besar penduduk.
Sering kali program pemerintah tidak menjangkau keluarga-keluarga termiskin. Sejumlah inovasi yang terpenting dalam program pemberantasan
kemiskinan (misalnya pembiayaan mikro atau microfinance) dirancang dan awalnya
dikembangkan oleh LSM domestik dan internasional. Dalam bidang pendidikan,
misalnya, LSM telah merintis pendidikan nonformal, kampanye pemberantasan buta
hurup dimasyrakat, teater edukasi di pedesaan, pemakaian teknologi komputer di
daerah kumuh perkotaan, dan perjemaahan vidio musik pusat komunitas untuk
tujuan pendidikan.
b.
Fleksibilitas program. Sebuah
LSM dapat menangani masalah pembangunan yang dipandang penting oleh masyrakat
tempatnya bekerja. Pada prinsipnya, sebuah LSM tidak dihambat oleh batas
kebijakan publik atau agenda lain seperti proritas bantuan luar negeri dari
negara donor atau oleh program pemerintah lokal atau nasional. Bahkan, LSM
nasional (seperi BRAC, dalam studi kasus bab ini) padamh prinsipnya juga tidak
terhambat oleh prefrensi LSM internasional (dan sebaliknya). Lagi pula, begitu
solusi potensial terhadap masalah pembangunan telah diidentifikasi, LSM
mempunyai fleksibilitas yang lebih besar dalam. Menyesuaikan stuktur programnya
daripada jika program tersebut dijalankan oleh pemerintah. Fleksilibitas dapat
diartikan sebagai inovasi lokal atau adaptasi kecil dari inovasi program untuk memenuhi
kebutuhan khusus.
c.
Pengetahuan teknis khusus. LSM
nasional dan internasional dapat menjadi gudang keahlian teknis dan pengetahuan
khusus dari pada pemerintah (atau perusahaan) lokal. Khusnya, LSM international
dapat menarik pengalaman banyak Negara yang mungkin dapat memasarkan berbagai
kemungkinan model-model maupun solusi untuk masalah kemiskinan yang dihadapi
oleh Negara manapun.
d.
Barang publik lokal yang
dibutuhkan masyarakat. Barang dan jasa yang bersaingan tetapi juga dapat
dikecualikan, termasuk yang ditargetkan pada penduduk yang terisolasi secara
sosial, mungkin paling baik jika dirancang dan disediakan oleh LSM yang
mengetahui dan bekerja bersama dengan kelompok-kelompok ini. Contohnya dapat
meliputi kesehatan publik lokal, pendidikan informal, penyediaan fasilitas
telekomunikasi dan komputer di kampung terpencil kodifikasi dan
peraktik-peraktik hokum tradisional dan pemeritahan, penciptaan pasar lokal,
pemetaan masyarakat dan registrasi hak milik dan negoisasi masyarakat dengan
pemerintah.
e.
Perancangan dan
implementasi manajemen sumber daya barang milik bersama. LSM, termasuk OBM
lokal, dapat memainkan peran penting dalam manajemen barang milik bersama dan
penyedian barang publik lokal yang dibutuhkan. Di semua negara-negara
berkembang, pemerintah maupun sektor swasta tidak mempunyai rekam jejak yang
baik dalam menjamin kelestarian hutan, daun, area pembudidayaan ikan ditepi
pantai, padang rumput, dan barang milik bersama yang lain.
f.
Kepercayaan dan
kredibilitas. Dalam praktiknya, LSM mempunyai keunggulan lain dibandingkan
pemerintah dalam memperoleh kepercayaan dan memberikan pelayanan yang efektif
kepada kelompok-kelompok yang mempunyai kebutuhan khusus, terutama golongan
yang amat sangat miskin. Kehadiran LSM di tempat itu dan kedekatan hubungannya
dengan masyrakat, interaksi dan komunikasi yang erat, dan peluang partisipasi
yang lebih besar dapat menumpuhkan kepercayaan di antara penduduk miskin dan
yang lain. Meskipun dalam negara demokrasi yang terdesentralisasi dan inklusif
secara sosial, sebuah pemerintahan yang terpilih setidaknya sama dipercayanya
dengan LSM yang "tidak terpilih", pemerintah dalam banyak negara
berkembang mungkin hanya demokraktis dalam teori saja.
g.
Representasi dan
advokasi. LSM dapat mempunyai keunggulan dalam memahami kebutuhan kaum miskin,
yang sering dikecualikan dari proses politik dan bahkan dari pertimbangan
masyrakat lokal. LSM dapat memainkan peram dalam menampung preferensi individu
dan oleh karenanya menjadi perwakilan dari kebutuhan masyrakat. Selama LSM mempunyai
pemahaman yang lebih baik tentang jebakkan kemiskinan lokal, mereka semestinya
berada dalan posisi yang mewakili kebutuhan kaum miskin secara lebih efektif.
Tanggung jawab ini mencerminkan peran advokasi LSM, termasuk OBM, dalam
menyuarakan kebutuhan kaum miskin dan masyarakat yang terpinggirkan secara sosial.
D. Teori Pembangunan
Menurut
Karl Marx (dalam Subandi, 2011, hlm. 46) membagi evolusi perkembangan
masyarakat menjadi tiga, yaitu di mulai dari feodalisme, kapitalisme, dan kemudian yang terakhir adalah sosialisme. Perkembangan
masyarakat ini akan sejalan dengan proses pembangunan yang dilaksanakan.
Masyarakat feodalisme mencerminkan
kondisi di mana perekonomian yang ada masih bersifat tradisional. Pada masa kapitalisme para pengusaha merupakan
pihak yang memiliki posisi tawar menawar relatif tertinggi terhadap pihak lain
khususnya buruh. Sosialisme atau sosialis adalah sistem sosial dan ekonomi yang ditandai dengan
kepemilikan sosial dari alat-alat produksi dan manajemen koperasi ekonomi,
serta teori politik dan gerakan yang mengarah pada pembentukan sistem
tersebut
Dengan demikian eksploitasi terhadap buruh dan peningkatan pengangguran yang
diakibatkan substitusi tenaga manusia dengan mesin (input padat modal), yang
akhirnya menyebabkan terjadinya revolusi sosial yang dilakukan oleh kaum buruh.
Fase ini merupakan tonggak baru munculnya suatu tatanan sosial alternatif di
samping masyarakat kapitalis, yaitu tata masyarakat sosialis. Pemupukan modal
dalam sistem kapitalis akan diganti dengan pemerataan kesempatan pemilikan
sumber daya, sifat individualis berubah menjadi sistem kemasyarakatan sosialis.
Teori
pembangunan yang dikemukakan oleh Karl Marx mendasarkan argumennya pada asumsi
bahwa masyarakat pada dasarnya terbagi menjadi dua golongan, yaitu: masyarakat
pemilik tanah dan masyarakat yang bukan pemilik tanah, masyarakat pemilik modal
dan masyarakat bukan pemilik modal. Di mana kedua kelompok tersebut sebenarnya
terjadi konflik kepentingan. Hal ini didasari pola berpikir Karl Marx yang
selalu mendasarkan teorinya pada kondisi pertentangan antar kelas di
masyarakat. Dengan demikian teori Karl Marx ini justru banyak menyumbang
terhadap kelanggengan kehidupan ekonomi kapitalis.
E. Tujuan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia jangka panjang
adalah aspek yang semakin penting dalam organisasi atau perusahaan.
Pengembangan sumber daya manusia dalam oraganisasi dapat mengurangi
ketergantungan organisasi untuk menarik anggota baru atau karyawan baru.
Pengembangan sumber daya manusia juga merupakan suatu cara yang efektif guna
menghadapi tantangan dan peluang yang dihadapi.
Samsudin (2010, hlm. 108) mengemukan bahwa
“tujuan pokok program pengembangan sumber daya manusia adalah meningkatkan
kemampuan, keterampilan, sikap, dan tanggung jawab karyawan sehingga lebih
efektif dan efesien dalam mencapai sasaran program dan tujuan organisasi.”
Andrew E. Sikula
(dalam Samsudin, 2010, hlm. 108)
menyebutkan delapan jenis tujuan pengembangan sumber daya manusia, yaitu
sebagai berikut:
a. Productivity (dicapainya produtivitas personel dan organisasi)
b. Quality (meningkatkan kulitas produk)
c. Human resources planning (melaksanakan perencanaan sumber daya manusia)
d. Moral (meningkatkan semangat dan tangung jawab personel)
e. Healty and safety (memelihara kesehatan mental dan fisik)
f. Obsolescence prevention (mencegah menurunnya kemampuan personel)
g. Personel growth (meningkatkan kemampuan individual personel)
F. Manfaat Pengembangan Sumber Daya Manusia
John H. proctor
dan Wiiliam M. Thorton (dalam Samsudin, 2010, hlm. 109) menyebutkan terdapat 13
manfaat penegmbangan sumber daya manusia, yaitu sebagai berikut:
a.
Meningkatkan kepuasaan para
karyawan.
b.
Penguran pemborosan.
c.
Mengurangi ketidak hadiran
pegawai.
d.
Memperbaiki metode dan sistem
kerja.
e.
Meningkatkan tingkat
penghasilan.
f.
Mengurangi biaya lembur.
g.
Mengurangi biaya pembiayaan
mesin-mesin.
h.
Mengurai keluhan pegawai.
i.
Mengurangi kecelakaan kerja.
j.
Memperbaiki komunikasi.
k.
Meningkatkan pengetahuan
pegawai.
l.
Memperbaiki moral pegawai.
m.
Menimbulkan kerja sama yang
baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan
sumber daya manusia adalah upaya menyiapkan masyarakat atau karyawan agar dapat
memiliki kompetensi yang baik dan agar dapat bertanggung jawab terhadap suatu
pekerjaanya. Dan usaha pembangunan sumber daya dapat dilakukan oleh pemerintah
dan oleh organisasi (LSM)
B. Saran
Pemerintah atau organisasi harus bisa
bersama-sama saling melengkapi dan saling bekerja sama didalam melaksankan
pembangunan sumber daya manusia agar masyarakat siap baik dalam bidamg ekonomi,
politik, sosial dan budaya.
Daftar
Pustaka
Samsudin, Sadali. (2010). Manajamen
Sumber Daya Manusia. (edisi ketiga). Bandung: PT. Pustakaka Setia
Subandi. (2011). Ekonomi
Pembangunan. Bandung: Alfabeta
Michael, P. Todaro. & Stephen, C. Smith. (2006). Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Sanusi, Bachrawi. (2004). Pengantar
Ekonomi Pembangunan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
2015. Angka Pengangguran di
Indonesia Tertinggi se-ASEAN. http://news.okezone.com/read/2015/11/28/337/1257513/angka-pengangguran-di-indonesia-tertinggi-se-asean, diakses pada tanggal 26 Februari 2016.
Badan Pusat Statistik. 2015. Agustus
2015: Tingkat Penganguran Terbuka (TPT) Sebesar 6,18 Persen. http://www.bps.go.id/Brs/view/id/1196,
diakses pada tanggal 24 Februari 2016.
No comments:
Post a Comment