BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Guru sebagai
komponen penting dalam tenaga pendidikan memiliki tugas untuk melaksanakan
proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru dituntut harus mampu atau paham mengelola pembelajaran
dengan baik. Pengelolaan pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dalam
pendidikan, karena tanpa pengelolaan yang baik maka proses pembelajaran tidak
akan terarah dengan baik. Dan tujuan pembelajaran pun yang telah ditetapkan
tidak akan tercapai dengan optimal.
Menurut Marasabessy,
A. (2012, hlm. 9-11) mengemukakan bahwa “penilaian skala dari 1-5 tentang kemampuan
guru dalam pengelolaan pembelajaran baik itu guru yang tersertifikasi maupun
yang tidak tersertifikasi selama proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung
adalah sebagai beikut: dimana pemberian
nilai 1 = sangat tidak baik, 2 = tidak baik, 3 = kurang baik, 4 = baik, 5 =
sangat baik, dan hasilnya adalah kemampuan guru tersetifkasi dalam pengelolaan
waktu adalah 2.7 dengan kategori kurang baik sedangkan sedangkan guru yang
belum tersertifikasi 2.6 dengan kategori kurang baik. Kemampuan pengelolaan
media pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersertifikasi adalah 3.2 dengan
kategori kurang baik, sedangkan guru yang belum tersertifikasi adalah 2.8
dengan kategori kurang baik. Kemampuan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh
guru tersertifikasi adalah 3.4 dengan kategori kurang baik, sedangkan
pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru yang belum tersertifikasi adalah 3.2
dengan kategori kurang baik.” Maka bisa dilihat bahwa kemampuan guru di dalam
pengeleloan pembelajaran masih kurang baik, baik itu guru yang sudah
tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi. Apabila melihat dari hal
tersebut seharusnya seorang guru yang sudah tersertifikasi bisa lebih baik
dalam pengelolaan pembelajarannya dibandingkan dengan guru yang belum
disertifikasi.
Sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Milan sebagaimana dikutip oleh Marasabessy (2012, hlm. 9)
bahwa “tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan dengan kondisi yang
terbangun selama pembelajaran.” Sehingga seorang guru baik itu yang sudah
tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi harus mampu melakukan
pengelolaan pembelajaran dengan baik, karena keberhasilan pencapaian tujuan
pembelajaran tergantung dari kondisi yang terbangun selama pembelajaran
khususya dalam pengelolaan pembelajaran.
Oleh karena itu, melihat
dari permasalahan tersebut kami membuat makalah dengan judul “Pengelolaan
Pembelajaran dan Bahan Ajar” guna memberikan pengetahuan kepada guru, agar guru
dapat mengelola pembelajaran dengan baik dan dapat mengembangkan bahan ajar
yang disesuaikan dengan karakteristik siswanya supaya pembelajaran dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan makalah
yang akan kami buat tersebut, kami merumuskan beberapa rumusan masalah
diantaranya sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud
dengan pengelolaan siswa?
2.
Apakah yang dimaksud
dengan pengelolaan guru?
3.
Apakah yang dimaksud
dengan pengelolaan pembelajaran?
4.
Apakah yang dimaksud
dengan pengelolaan lingkungan kelas?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, kami merumuskan beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
pengelolaan siswa.
2.
Untuk mengetahui pengelolaan guru.
3.
Untuk mengetahui
pengelolaan pembelajaran.
4.
Untuk mengetahui
pengelolaan lingkungan kelas.
BAB II
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
A.
Pengelolaan Siswa
1.
Pengertian Pengelolaan Siswa
Pengelolaan pembelajaran terdiri dari beberapa
pengelolaan, diantaranya pengelolaan siswa. Menurut Majid (2009, hlm. 112)
mengemukakan bahwa “Kedudukan siswa dalam kurikulum berbasis kompetensi
merupakan ‘produsen’, artinya
siswa sendirilah yang mencari tahu pengetahuan yang dipelajarinya. Siswa dalam
suatu kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam: pandai, sedang, dan
kurang. Karenanya, guru perlu mengatur kapan siswa bekerja perorangan,
berpasangan, dan berkelompok atau klasikal”. Jadi, dalam kegiatan pembelajaran
guru hanya sebagai fasilitator saja dimana guru harus mampu mengarahkan,
mengkondisikan, dan membimbing siswa menemukan pengetahuan selama proses
pembelajaran. Selebihnya, siswa lah yang berperan aktif dalam
pembelajaran. Selain itu, guru harus mampu mengetahui dan mengenali karakter
masing-masing dari siswa agar guru dapat mengatur pembelajaran baik itu secara
perseorangan maupun kelompok yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan materi
yang akan diajarkan.
Guru dapat
mengatur dan merekayasa segala sesuatunya. Guru dapat mengatur siswa
berdasarkan situasi yang ada ketika proses belajar mengajar berlangsung. Menurut Andree sebagaimana dikutip oleh Majid (2009,
hlm. 112) ada beberapa macam pengelompokan siswa, diantaranya:
a.
Task planning groups, bentuk
pengelompokan berdasarkan rencana tugas yang akan diberikan oleh guru. Jadi,
selama proses pembelajaran berlangsung siswa dibagi kedalam beberapa kelompok
untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru dan dikerjakan secara
bersama-sama. Misalnya, guru memberikan tugas mencari antonim dan sinonim kata
sifat tetapi dalam pengerjaannya dilakukan secara berkelompok. Dimana guru membagi siswanya menjadi 4 kelompok, Kelompok 1 dan 2
tugasnya mencari antonim dan untuk kelompok 3 dan 4 tugasnya mencari sinonim.
b.
Teaching groups, kelompok ini biasanya digunakan untuk group teaching, dimana guru
memerintahkan suatu hal, siswa yang ada pada tahap yang sama mengerjakan tugas
yang sama pada saat yang sama. Misalnya, guru menyuruh siswa melakukan role playing dengan memerankan tokoh
pahlawan Soekarno secara bergantian tetapi dengan pembawaan masing-masing
siswanya dalam satu pertemuan.
c.
Seating groups, pengelompokan yang bersifat umum; dimana
4-6 siswa duduk mengelilingi satu meja. Misalnya, selama pembelajaran
berlangsung guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-6
siswa dimana dalam pelaksanaan seperti forum diskusi didalam kelas tetapi tidak
untuk menyelesaikan suatu masalah melainkan melakukan pembelajaran seperti
biasanya.
d.
Joint learning groups, pengelompokan
siswa dimana satu kelompok siswa bekerja dengan kegiatan yang saling terkait
dengan kelompok yang lain. Hasilnya mungkin seperangkat
yang saling terkait. Jadi, dalam kegiatan
pembelajaran guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok dimana setiap
kelompok diberikan pembahasan yang berbeda tetapi materi tersebut saling
berkaitan satu sama lain. Misalnya, dalam pembelajaran IPS. Kelompok A membahas
mengenai bencana alam dan kelompok B membahas mengenai penganggulangan dari
bencana alam tersebut.
e.
Collaborative groups, kelompok
kerja yang menitikberatkan pada kerja sama tiap individu dan hasilnya sebagai
sesuatu yang teraplikasi. Jadi,
selama proses pembelajaran guru memberikan sebuah tugas kepada setiap individu
tetapi dalam pengerjaannya individu tersebut bekerja sama dengan individu yang
lainnya dimana mereka saling memberikan pendapat dan masukan yang kemudian akan
mendapatkan suatu hasil atau produk dari apa yang telah mereka simpulkan, serta
dilakukannya atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Masalah Siswa
Berdasarkan pengelompokan siswa di atas, sering kali
menimbulkan masalah baru bagi guru. Pengelompokan
siswa tersebut terkadang malah menimbulkan masalah baru bagi guru. Untuk membantu guru menghadapi masalah tersebut,
Pollard sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 113) mengelompokkan
kepribadian siswa dalam 5 kelompok besar, yaitu:
a.
Impulsivity / Reflexivity. Gambaran impulsivity adalah orang yang tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas
tanpa berfikir terlebih dahulu, sedangkan reflexivity
adalah orang yang sangat mempertimbangkan tugas tersebut tanpa berkesudahan.
Misalnya, untuk impulsivity ada siswa
yang apabila diberi tugas oleh guru dia akan langsung mengerjakannya secara
terburu-buru tanpa berfikir apa yang ia tuliskan yang terpenting adalah ia
dapat menyelesaikannya. Sedangkan untuk reflexivity
siswa tersebut akan teliti terhadap suatu tugas yang diberikan dan terus
menerus mempertimbangkannya karena takut terjadi kesalahan tanpa berhenti
menelitinya.
b.
Extroversion. Gambaran extroversion adalah
orang yang ramah, terbuka, bahkan kadang-kadang tergantung dari perlakuan
teman-teman sekelompoknya. Sedangkan intoversion
adalah orang yang tertutup dan sangat pribadi, malah kadang-kadang tidak mau
bergaul dengan teman-temannya. Jadi, untuk
siswa yang extroversion mereka lebih
cenderung pasrah terhadap apa yang terjadi tetapi mereka terbuka terhadap apa
yang ada didepan mereka. Sedangkan untuk siswa yang intoversion mereka lebih cenderung menutup diri dan enggan untuk
berinteraksi dengan orang lain.
c.
Anxiety / Adjusment. Gambaran anxiety adalah orang yang merasa kurang
dapat bergaul dengan teman, guru, atau tidak dapat menyelesaikan permasalahan
dengan baik. Jadi, anxiety hampir
sama dengan introversion tetapi
mereka membutuhkan orang lain untuk membantu dalam menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapinya. Sedangan adjusment adalah
orang yang merasa dapat bergaul dengan guru, teman, atau dapat menyelesaikan
masalah dengan baik. Jadi, mereka yang mempunyai
kepribadian adjusment cenderung lebih
percaya diri baik dalam bergaul maupun dalam menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapinya.
d.
Vacillation / Perseverance. Gambaran vacillation adalah orang yang
konsentrasinya rendah sering berubah-ubah, dan cepat menyerah dalam pekerjaan.
Jadi, orang yang memiliki kepribadian vacallation
adalah mereka yang tidak mempunyai pendirian tetap terhadap apa yang mereka
pilih. Sedangkan perseverance adalah
orang yang mempunyai daya konsentrasi kuat dan terfokus serta pantang menyerah
dalam menyelesaikan pekerjaan. Orang perseverance adalah mereka yang
bersungguh-sungguh dan tekun dalam menyelesaikan pekerjaannya.
e.
Competitiveness / Collaborativeness. Gambaran mengenai competitiveness adalah orang yang
mengukur prestasinya dengan orang lain dan sukar bekerja sama dengan orang lain.
Mereka yang mempunyai kepribadian ini adalah mereka yang suka membandingkan
hasil yang mereka peroleh dengan hasil orang lain dan biasanya selalu bekerja
sama dengan orang lain (meminta bantuan) untuk mendapatkan hasil tersebut.
Sedangkan collaborativeness adalah
orang yang sangat tergantung pada orang lain dan tidak dapat bekerja sendiri.
Mereka yang mempunyai kepribadian ini adalah mereka yang tidak percaya diri
terhadap kemampuan yang mereka miliki dan cenderung selalu meminta bantuan
orang lain dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Sedangkan, menurut
M. Entang dan T. Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 114)
mengelompokkan masalah pengelolaan siswa menjadi dua kategori, yaitu masalah
individual dan masalah kelompok. Tindakan pengelolaan siswa yang dilakukan guru
akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah
yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi
penganggulangan yang tepat pula.
Masalah individu
muncul karena dalam individu ada kebutuhan ingin diterima kelompok dan ingin
mencapai harga diri. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi dengan
lumrah dikalangan masyarakat, maka ia akan melakukan cara apapun (berlaku tidak
baik). Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang tidak baik
itu oleh Rudolf Dreikurs dan Pearl
Cassel yang dikutip oleh T. Raka Joni dalam Majid (2009, hlm. 114) digolongkan
menjadi empat, yaitu:
a.
Tingkah laku yang ingin
mendapat perhatian orang lain (attention getting behaviors). Misalnya, membadut
dikelas atau berbuat lamban sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra.
b.
Tingkah laku yang ingin menunjukkan
kekuatan (power seeking behaviors). Misalnya selalu mendebat, kehilangan
kendali emosional (marah-marah, menangis) atau selalu lupa pada aturan-aturan
penting dikelas.
c.
Tingkah yang bertujuan
menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors). Misalnya menyakiti orang lain
dengan mengata-ngatai, memukul, menggigit, dan sebagainya.
d.
Peragaan ketidakmampuan
(passive behaviors), yaitu sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun
karena khawatir mengalami kegagalan. Misalnya apabila diberi tugas tidak mau
mengerjakan.
Menurut Maman
Rahman sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 114-115) dari keempat
tindakan diatas sebagaimana dikemukakan oleh Rodolf Dreikurs akan mengakibatkan
terbentuknya empat pola tingkah laku yang sering nampak pada anak usia sekolah,
yaitu:
a.
Pola aktif konstruktif yaitu
pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi super star dikelasnya
dan berusaha membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati. Misalnya
mencoba melakukan segala sesuatu agar dipuji teman yang lain, atau selalu
membantu guru tanpa diminta supaya mendapat tempat tersendiri dikelasnya.
b.
Pola aktif destruktif yaitu
pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk membuat banyolan, suka marah,
kasar, dan memberontak. Biasanya, mereka melakukan hal tersebut untuk
mendapatkan perhatian dari teman yang lain.
c.
Pola pasif konstruktif yaitu
pola yang menunjukkan kepada satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud
supaya selalu dibantu dan mengharapkan perhatian. Bisa juga mereka berpura-pura
lamban dalam mengerjakan sesuatu karena mungkin malas dan mengharapkan orang
lain membantunya.
d.
Pola pasif destruktif yaitu
pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan (sifat malas) dan keras kepala.
Mereka tidak mau diatur, tidak mau mengerjakan apapun dan selalu bertingkah
sesuai dengan kehendak mereka tanpa memperdulikan ucapan orang lain.
Dua kategori pokok
tentang masalah pengelolaan siswa, yaitu masalah individual dan masalah
kelompok. Berikut penjelasannya:
1)
Masalah Indiviu
Kategori
masalah individu dalam pengelolaan siswa menurut Dreikurs dan Cassel
sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 115) didasarkan pada asumsi bahwa
tingkah laku manusia itu mempunyai maksud dan tujuan.
Setiap individu mempunyai kebutuhan pokok untuk menjadi dan merasa berguna. Ada empat tipe perilaku yang kurang baik, yaitu:
a)
Perilaku
untuk menarik perhatian, siswa
yang tidak menaikkan statusnya dengan cara yang tidak dapat diterima oleh
lingkungannya, biasanya akan mencari jalan lain untuk menarik perhatian baik
itu dengan cara aktif maupun pasif. Misalnya bergaya sok, melawak, mengacau,
rewel, atau dengan meminta pertolongan secara terus menerus. Jika guru
merasa terganggu dengan tindakan siswa, mungkin tujuan mereka adalah untuk
mencari perhatian.
b)
Perilaku
untuk mencari kekuasaan, perilaku
ini hampir sama dengan perilaku diatas namun sifatnya lebih kuat yakni mencari
perhatian dengan cara merusak. Misalnya membantah, pemarah, menolak perintah
atau biasanya tidak mau bekerja sama sekali dan hanya ingin orang lain yang
mengerjakannya. Jika guru merasa dikalahkan atau terancam, tujuan mereka
mungkin untuk mencari kekuasaan.
c)
Perilaku
untuk melampiaskan dendam, biasanya disebabkan karena putus asa dan bingung sehingga mencari
keberhasilan dengan cara menyakiti orang lain, menyerang secara fisik (memukul,
menendang) atau bermusuhan dengan teman-temannya. Biasanya, perilaku
yang ditimbulkan lebih banyak perilaku yang aktif daripada perilaku yang pasif.
Jika guru merasa sangat tersinggung, tujuan mereka mungkin untuk mencari
pelampiasan dendam.
d)
Perilaku
yang memperlihatkan ketidakmampuan, siswa yang berkelakuan buruk merupakan pribadi yang
sangat putus asa, pesimis dalam mencapai keberhasilan, dan hanya mengalami
kegagalan yang terus menerus. Perasaan tidak berharga dan tidak berdaya
tersebut menyebabkan “drop-out” pada diri siswa dan menyebabkan kegagalan yang
lebih serius. Jika guru merasa tidak berdaya, tujuan mereka mungkin untuk
menunjukkan ketidakmampuannya.
2)
Masalah Kelompok
Kategori masalah kelompok dalam pengelolaan siswa menurut
Johnson dan Bany sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 117)
mengidentifikasi tujuh masalah kelompok dalam pengelolaan kelas, yaitu:
a)
Kurangnya
kesatuan, ditandai
dengan konflik-konflik antara individu dan sub kelompok. Misalnya konflik
antara jenis kelamin, konflik antar agama, ras, dan yang lainnya sehingga
menyebabkan perpecahan dikelas dan para siswa pun tidak saling mendukung antara
yang satu dengan yang lain.
b)
Ketidaktaatan
terhadap standar tindakan dan prosedur kerja, apabila kelas atau para siswanya menganut kebiasaan
yang kurang baik, norma-norma buruk sudah diterapkan, maka kebiasaan tersebut
dikategorikan sebagai tidakan terhadap standar tingkah laku. Misalnya selalu
membuat keributan, kegaduhan, berbiacara keras, bertingkah laku yang menganggu
orang lain dan sebagainya.
c)
Reaksi
negatif terhadap pribadi anggota, ditandai dengan kesan bermusuhan terhadap anak yang
tidak diterima oleh kelompok, yang menyimpang dari aturan kelompok. Ciri khas
dari masalah ini adalah tindakan kelompok untuk membuat individu lain
menyesuaikan diri dengan kelompok tersebut.
d)
Pengakuan
kelas terhadap kelakuan buruk, tindakan ini timbul ketika kelompok mendorong dan mendukung seseorang
yang berkelakuan yang tidak dapat dapat diterima kelompok kelas. Contoh
yang paling umum adalah bilamana kelompok kelas mendukung terhadap “pelawak
kelas”. Jika kasus ini terjadi, kita bisa mengelompokkan masalah ini menjadi
masalah kelompok dan masalah individu yang harus segera ditangani oleh guru
supaya masalah tersebut tidak bertambah menjadi masalah yang lebih serius.
e)
Kecenderungan
adanya gangguan, kemacetan
pekerjaan, dan kelakuan yang dibuat-buat. Masalah
yang timbul pada saat kelompok mengerjakan tugas, cenderung kelompok tersebut
yang memacetan kegiatan. Kelompok tersebut terlalu memperhatikan
gangguan-gangguan kecil yang timbul dan membiarkan masalah yang sedang dihadapi
sehingga akan menganggu produktivitas. Misalnya pada saat mengerjakan tugas,
ada salah satu anggota kelompok yang membuat kerusuhan. Kemudian anggota
kelompok yang lain terlalu mengurusinya sehingga tugas yang sedang dikerjakan
pun akan terhambat dan tidak diperhatikan lagi.
f)
Ketidakmampuan
untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Kelompok kelas yang memberi reaksi buruk pada saat
ada peraturan baru, situasi darurat, perubahan anggota kelompok, perubahan
jadwal, atau pergantian guru, merupakan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan.
g)
Semangat
juang yang rendah dan adanya sikap bermusuhan. Jika kelas terlibat dalam tindak proses dan
perlawanan tersembunyi atau terang-terangan yang mengakibatkan kelambatan dan
kemacetan, ini merupakan masalah yang paling sulit diatasi. Misalnya
kelompok dalam kelas tersebut merupakan kelompok yang paling berpengaruh,
kemudian ada kelompok lain yang muncul sebagai kelompok yang lebih baik dari
mereka. Mereka menganggap bahwa kelompok lain merupakan ancaman bagi kelompok
mereka, seharusnya dengan adanya kelompok lain mereka dapat membuat kelompok
yang lebih baik.
3.
Pemecahan Masalah Siswa
Sebagaimana penjelasan mengenai permasalahan yang muncul dari
malasah siswa tersebut, maka menurut Majid
(2009, hlm.188) pengelolaan siswa merupakan kegiatan atau tindakan guru dalam
rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses tindakan tersebut dapat
berupa tindakan yang bersifat pencegahan dan atau tindakan bersifat korektif.
Tindakan yang bersifat pencegahan (preventif)
yaitu dengan jalan menyediakan kondisi fisik maupun kondisi sosio emosional sehingga
benar oleh siswa rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar. Tindakan yang bersifat korektif merupakan
tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi
proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Tindakan yang bersifat
korektif terbagi dua, yaitu tindakan yang seharusnya segera diambil guru pada
saat terjadi gangguan (dimensi tindakan) dan penyembuhan (kuratif) terhadap tingkah laku yang
menyimpang yang terlanjur terjadi agar penyimpangan tersebut tindak
berlarut-larut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan siswa merupakan suatu
kedudukan dimana siswa sendirilah yang mencari tahu pengetahuan yang
dipelajarinya. Siswa dikelompokan berdasarkan dengan kemampuan yang dimilikinya
agar dapat membantu kepada siswa lainnya yang mengalami kesulitan belajarnya
sehingga pembelajaranpun akan berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan.
a.
Usaha yang Bersifat Pencegahan
Tindakan atau
usaha yang dapat guru lakukan dalam mengkondisikan proses pembelajaran supaya
berlangsung dengan efektif yakni dengan tindakan pencegahan adalah tindakan
yang dilakukan sebelum munculnya tingkah laku menyimpang yang menganggu kondisi
optimal berlangsungnya pembelajaran. Konsekuensinya adalah guru dalam
menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan kelas harus merupakan langkah yang
efektif dan efisien untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut mulyani sumantri sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm.
119) dalam mengembangkan keterampilan mengelola
siswa yang bersifat preventif, guru dapat menggunakan kemampuan dengan
cara:
1)
Menunjukan sikap tanggap dalam
tugas mengajarnya guru harus terlibat secara fisik maupun mental dalam arti
guru selalu memiliki waktu untuk semua perilaku peserta didik, baik peserta
didik yang mempunyai perilaku positif maupun perilaku yang bersifat negatif.
Guru berperan dalam melakukan pengawasan peserta didik agar mengetahuai apa
yang karakter masing masing setiap peserta didiknya.
2)
Membagi perhatian guru harus
mampu membagi perhatian kepada semua peserta didik. Perhatian itu dapat
bersifat visual maupun verbal.
3)
Memusatkan perhatian kelompok,
mempertahankan dan meningkatkan keterlibatan peserta didik dengan cara
memusatkan kelompok kepada tugas-tugasnya dari waktu kewaktu. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan selalu menyiagakan peserta didik dan menuntut tanggungjawab
peserta didik akan tugas-tugasnya.
4)
Memberi petunjuk-petunjuk yang
jelas, pertunjukan ini dapat dilakukan untuk materi yang disampaikan tugas yang
diberikan dan prilaku-prilaku peserta didik lainnya yang berhubungan baik
langsung maupun tidak pada pelajaran.
5)
Menegur , tegurlah peserta didik
bila mereka menunjukan perilaku yang menganggu atau menyimpang. Sampaikan
teguran itu dengan tegas dan jelas tertuju pada perilaku yang menganggu,
menghindari ejekan dan peringatan yang kasar dan menyakitan.
6)
Memberikan penguatan, perilaku
peserta didik baik yang positif maupun negative perilaku memperoleh penguatan. Perilaku
positif diberikan pengutan agar perilaku tersebut muncul kembali. Perilaku negatif diberikan penguatan dengan
cara memberi teguran atau hukuman agar perilaku termasuk tidak terjadi kembali.
b.
Usaha yang Bersifat Penyembuhan
(kuratif)
Berkenaan
dengan kegiatan yang bersifat penyembuhan Johar Permana sebagaimana dikutip
oleh Majid (2009, hlm. 122) mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut :
1)
Mengidetifikasi masalah
Pada
langkah ini, guru mengenal atau mengetahui masalah-masalah pengelolaan kelas
yang timbul dalam kelas. Berdasarkan masalah tersebut guru
mengidentifikasi jenis penyimpangan
sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik melakukan
penyimpangan tersebut. Misalnya dengan menyelidiki masalah yang sering timbul
didalam proses pembelajaran dan mencari faktor utama yang menimbulkan masalah
tersebut.
2)
Menganalisis masalah
Pada
langkah ini guru menganalisis penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar
belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan itu. Selanjutnya menentukan
alternatif-alternatif penanggulangannya. Menganalisis ini berarti memperkirakan
atau memdeskripsikan masalah yang timbul yang akan mencari penyelesaiannya.
3)
Menilai alternatif-alternatif
pemecahan
Pada
langkah ini guru menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dianggap
tepat dalam menanggulangi masalah.
4)
Mendapatkan balikan
Pada
langkah ini guru melaksanakan monitoring, dengan maksud menilai keampuhan
pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih untuk mencapai sasaran yang
sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan kilas balik ini dapat dilaksanakan
dengan mengadakan pertemuan dengan para pesrta didik. Pertemuan disini
dijelaskan oleh guru sehingga peserta didik mengetahui serta menyadari bahwa pertemuan diusahakan dengan penuh
ketulusan, semata-mata untuk perbaikan, baik peserta didik maupun madrasah.
B.
Pengelolaan
Guru
Pengelolaan
pembelajaran terdiri dari beberapa pengelolaan, diantaranya pengelolaan guru. Menurut Majid (2009, hlm. 123) mengemukakan bahwa “pengetahuan
adalah abstraksi dari apa yang dapat diketahui dalam jiwa orang yang
mengetahuinya. Pada dasarnya pengetahuan tidak bersufat spontan, melainkan
pengetahuan harus diajarkan dan dipelajari.” Dengan kata lain
pengetahuan itu harus diusahakan. Awal pengetahuan terjadi karena panca indra
berinteraksi dengan alam nyata. Guru adalah
orang yang bertugas membantu murid untuk mendapatkan pengetahuan sehingga ia
dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Guru harus dapat
menempatkan diri dan menciptakan suasana yang kondusif, karena fungsi guru di
sekolah sebagai "bapak" kedua yang bertanggung jawab atas pertumbuhan
dan perkembangan jiwa anak. Jadi seorang guru yang memberikan pengetahuan,
informasi terhadap siswanya supaya siswanya lebih mengembangkan potensi yang
dimilikinya, dan supaya siswa lebih pintar ataupun menambah pengetahuannya
lebih banyak lagi, atas apa yang telah guru sampaikan kepada siswanya. Karena
seorang guru harus bisa menjadi guru yang disenangi oleh siswanya, supaya apa
yang guru harapkan dalam pembelajaran bisa tercapai dengan baik.
Ki Hajar Dewantara telah
menggariskan pentingnya perannan guru dalam proses pendidikan dengan konsep
pendidikan ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Ing ngarso sung tulodo berarti di
depan memberi teladan. Asas ini sesuai perinsip modeling yang dikemukakan oleh
Sarason atau Bandura sebagaimana dikutip
oleh Majid (2009, hlm. 126). Sarason dan bandura sama-sama menekankan pentingnya
modeling atau keteladanan yang merupakan cara yang paling ampuh dalam mengubah
perilaku inovasi seseorang.
Ing madya mangun karso berarti
di tengah menciptakan peluang untuk berprakasa. Asas ini memperkuat peran dan
fungsi guru sebagai mitra setara (di tengah), serta sebagai fasilitator
(menciptakan peluang). Asas ini menekankan pentingnya
produktivitas dalam pembelajaran. Dengan menerapkan asas ini para guru perlu
mendorong keinginan berkarya dalam diri peserta didik sehingga mampu membuat
suatu karya. Asas ini sesuai dengan perinsip pedagogi produktif yang menekankan
produktivitas pembelajaran dalam mencapai hasil belajar.
Tut wuri handayani artinya dari
belakang memberikan dorongan dan arahan. Hal ini mempunyai makna yang kuat
tentang peran dan fungsi guru. Para guru perlu berperan sebagai pendorong atau
motivator. Mereka juga perlu berperan sebagai pengarah
atau pembimbing yang tidak membiarkan peserta didik melakukan hal yang kurang
sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, para guru perlu menjadi
fasilitator agar dorongan dan bimbingan dapat terwujud dalam perubahan prilaku
peserta didik. Peran guru sebagai mitra juga tersirat dalam asas tut wuri
handayani. Fungsi pembimbing dan pendorong tidak menempatkan para guru pada
hierarki teratas dalam pembelajaran. Guru mempunyai fungsi setara atau sejajar
sebagai mitra, tetapi berfungsi dan beberapa sebagai pembimbing dan pendorong. Jadi
pendidikan menurut konsep Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh menurut
Sadulloh (2010, hlm. 106) mengemukakan bahwa “hasil interaksi antara pembawaan
dan potensi dengan bakat yang dimiliki anak, dimana dalam proses interaksi
tersebut pendidik memiliki peran aktif, tidak menyerahkan begitu saja kepada
anak didik, dan sebaliknya pendidik tidak boleh dominan menguasai anak.” Dalam
rangka mendorong peningkatan prodesionalisme guru, secara tersirat
undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 pasal 35 ayat 1 telah
mencantumkan standar nasional pendidikan yang meliputi: isi, proses,
kompetensi, lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan perasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana
dan berkala."
Standar yang dimaksud dengan hal ini menurut Arikunto
sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 127) mengemukakan bahwa “suatu
kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan oleh program berdasarkan atas
sumber, prosedur dan manajemen yang efektif. Sedangkan kriteria adalah sesuatu
yang menggambarkan ukuran keadaan yang dikehendaki.” Secara konseptual, standar
juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menjamin bahwa program-program
pendidikan suatu profesi dapat memberikan
kualifikasi kemampuan yang harus dipenuhi oleh calon sebelum masuk
kedalam profesi yang bersangkutan. Sedangkan kompetensi adalah seperangkat
tindakkan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai
syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan
tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketepatan dan
keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukan sebagai kebenaran
tindakkan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan.
Kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara profesional dalam menjalankan
fungsinya sebagai guru.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru
supaya layakkan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas,
kualifikasi, dan jenjang pendidikan. Berkenaan
dengan standar kompetensi guru, direktorat jenderal pendidikan dasar dan
menengah departemen jenderal pendidikan dasar dan menengah departemen pendidikan
nasional telah menyusun secara khusus rumusan standar kompetensi guru yang
terdiri dari tiga komponen, yaitu:
a.
Komponen
kompetensi pengelolaan pembelajaran yang meliputi: 1) penyususnan rencana pembelajaran; 2) pelaksanaan
interaksi belajar mengajar; 3) penilaian prestasi belajar peserta didik; 4)
pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian.
b.
Komponen
kompetensi pengembangan potensi yaitu
pengembangan profesi.
c.
Komponen-komponen
penguasaan akademik yang meliputi: 1) pemahaman wawasan pendidikan; dan 2) penguasaan
bahan kajian.
Untuk mencapai standar tersebut, maka harus dilakukan
berbagai upaya baik yang dilakukan oleh guru secara individu maupun oleh lembaga
formal instansi bersangkutan. Guru seyogyanya memiliki sensitivitas yang tinggi
untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran berjalan secara efektif
atau tidak. Apa yang harus dilakukan oleh guru? Pernyataan tersebut dijawab
oleh sarah sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 128-129)
a.
Selalu membuat perencanaan
konkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan dalam kegiatan belajar
mengajar.
b.
Bergeser pada pola baru yaitu
guru sebagai "mitra" atau "pasilitator" pada
semua.individu.
c.
Bersikap kritis,kreatif dan
produktif.
d.
Mengubah pola tindakkan peran
siswa sebagai konsumen (mendengar, menghafal, mencatat) karena pola baru peran
siswa sebagai produsen (bertanya, meneliti, mengarang, menulis, dan lain
sebagainya).
e.
Kreatif untuk menghasilkan karya
pendidikan seperti: pembuatan alat bantu belajar, analisis bahan ajarbakar,
penyusunan alat rencana penilaian yang beragam dan lain sebagainya.
C.
Pengelolaan
Pembelajaran
Pengelolaan
pembelajaran terdiri dari beberapa pengelolaan, diantaranya pengelolaan
pembelajaran. Menurut (Sanjaya. 2009)
sebagaimana dikutip oleh Marasabessy (2012: hlm. 8) Pengelolaan pembelajaran
adalah sebuah kegiatan untuk mengendalikan aktifitas pembelajaran berdasarkan
konsep dan prinsip pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengelolaan pembelajaran diawali dengan penentuan strategi dan perencanaan,
proses dan diakhiri dengan penilaian.
Pengelolaan pembelajaran disini maksudnya guru harus melakukan suatu
perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pembelajaran, yang mana agar
pembelajran tersebut teratur serta tujuan pembelajran dapat tercapai. Yang mana
diawali denganpenentuan strategi dan perencanaan, kemudian bagaimana dalam
pelaksanaanya atau prosesnya, dan diakhiri dengan penilaian, baik itu penilaian
tes dan non tes.
1.
Prinsip- Prinsip
Pembelajaran
Bahasa adalah alat komunikasi antar
manusia. Dan kita telah menemukan bahwa terdapat
perbedaan dalam cara- cara orang berbicara. Ada yang berbicara panjang lebar,
padahal informasi yang didapatkan sedikit saja, sementara ada yang memiliki
pengetahuaj yang banyak tetapi ia membutuhkan kekuatan ungkapan untuk
menyampaikan pengetahuan itu. Bahkan ada yang memperpanjang pembicaraan,
sementara dia mengetahui bahwa hal itu bisa diringkas tanpa menghilangkan sedikit
pun inti pembicaraan. (Majid, A. 2009: hlm. 130)
Dapat kita
bayangkan apabila di dunia ini tidak ada bahasa, maka kita akan kesulitan dalam
berkomunikasi, maka dari itu bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi antar
manusia, sebagai penghubung, agar terjadinya kesepahaman antar satu dengan yang
lainnya. Mengenai cara-cara orang berbicara, benar bahwa adanya orang
yangbberbicara panjang tapi informasi atau pengetahuan yang ia miliki sedikit,
dan ada pula yang memiliki informasi atau pengegahuan banyak, tapi ia
memerlukan kekuatan lebih untuk mengutarakan informasi atau pengetahuannya. Hal
ini dapat disebabkan karena rasa tidak percaya diri.
Hal tadi
merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang kita hadapi. Maka, kita harus
mencari cara terbaik sekaligus benar untuk berkomunikasi dengan siswa. Menurut Majid (2009, hlm. 130) cara berkomunikasi yang baik yaitu kita
tidak berbicara dengan sambung menyambung (nyerocos), akan tetapi dengan cara
terpisah- pisah atau jeda. Dalam hal ini benar bahwa dalam pembelajaran kita
tidak boleh menjelaskan pada siswa terlalu cepat, karena siswa akan kesulitan
dalam menangkap informasi atau pengetahuan yang akan ditangkapnya. Dengan hal
ini, sebagai pendidik kita harus memberikan informasi atau ilmu yang kita miliki
secara perlahan, dengan adanya jeda, atau bisa juga kita mengulang kalimat kita
terdebut sebanyak 3 kali.
Setelah
membahas mengenai cara berkomunikasi yang baik, alangkah baiknya apabila kita
mengetahui prinsip-prinsip pembelajaran, menurut
Majid ( 2009. hlm. 131)
prinsip-prinsip belajar adalah sebagai berikut:
a.
Motivasi: Segala ucapan yang
mempunyai kekuatan yang dapat menjadi pendorong kegiatan individu untuk
melakukan suatu kegiatan mencapai tujuan. Kebutuhan akan pengakuan
sosial mendorong seseorang untuk melakukan berbagai upaya kegiatan sosial.
Motivasi terbentuk oleh tenaga- tenaga yang bersumber dari dalam dan dari luar
individu.
Apabila
kita memberikan kalimat yang memberikan motivasi pada orang lain maka, hal
tersebut dapat mendorong seseorang untuk bersemangat kembali dslam melaksanakan
suatu hal. Selain itu dengan memotivasi orang
lain juga memberikan kepuasan tersendiri apabila perkataan atau kalimat yang
kita lontarkan pada orang tersdbut menjadi penyemangatnya. Contohnya : Andi
memiliki nilai yang jelek, maka sebagai sorang pendidik kita harus merangkulnya
dengan memberikan kalimat yang dapat membangiktkan semangatnya dan membuat nya
terpacu untuk belajar lebih giat agar mendapat nilai baik pada ulangan
selanjutnya.
b.
Fokus: ucapannya ringkas,
langsung pada inti pembicaraan tanpa ada kata yang memalingkan dari ucapannya,
sehingga mudsh dipahami. Memulai pembicaraan atau dalam memberikan
informasi, kita harus fokus pada apa yang kita bicarakan, jangan sampai
informasi yang kita miliki tidak tersampaikan sedangkan hal yang tidak
pentinglah yang justru kita sampaikan. Hal ini
perlu kita tekankan bahwa kita harus berbicara langsung pada intinya dan tetap
fokud pada tujuan kita dalam memberikan informasi.
c.
Pembicaraannya
tidak terlaku cepat, sehingga dapat memberikan waktu yang cukup kepada anak
untuk menguasainya. Seperti
yang telah kita singgung sebelumnya bahwa dalam cara berkomunikasi dengan siswa
harus memberikan jeda, maka disini kita harus memberikan informasi secara
perlahan, dengan memberikan jeda- jeda yang pas, dan dapat juga kita berikan
pengulangan kalimat sebanyak 3 kali.
d.
Repetisi: hal ini telah kita bahas
pada poin ketiga bahwa senantiasa melakukan tiga kali pengulangan pada kalimat-
kalimatnya supaya dapat diingat atau dihafal.
e.
Analogi
langsung: maksudnya
disini adalah dengan melihat suatu objek yang dapat memotivasi kita atau
membuat kita menjadi lebih bersemangat dalam mengerjakan sesuatu hal. Misalnya:
seorang anak mengagumi kakaknya yang baik, pintar dan penurut, sehingga dapat
memberikan motivasi, hasrat ingin tahu bagaimana dapat menjadi sosok seperti
itu, memuji atau mencela, dan mengasah otak untuk menggerakan otak atau timbul
kesadaran untuk bisa mencapai yang diinginkannya.
f.
Memperhatikan
keragaman anak, sehingga
dapat melahirkan pemahaman yang berbeda dan tidak terbatas pada satu pemahaman
saja, dan dapat memotivasi siswa untuk terus belajar tanpa dihinggapi perasaan
jemu. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap orang memiliki pemikiran
yang berbeda-beda, sekalipun orang tersebut lahir dalam kondisi kembar. Maka
dalam hal ini sebagai pendidik kita harus memperhatikan keragaman anak, baik
itu dari karakteristik siswanya, cara belajarnya dan yang lainnya. Yang mana
hal ini menambah kesan menarik dengan keberagaman anak, yang dapat dikembangkan
kembali pembelajarannya, suapaya tidak menyebabkan kejemuan atau bosan dan
terkesan pembelajarannya menarik dan nyaman.
g.
Memperhatikan
tiga tujuan moral, yaitu kognitif atau pengetahuan, emosional dan kinetik. Dalam mengelola
pembelajaran tentu saja kita patut untuk memperhatikan dari kognitif atau
pengetahuan yang akan kita sampaikan atau kita transfer lada siswa, kemudian
dari emosioal, apabila dalam pembelajaran seorang pendidik harus dapat
mengendalikan emosinya. Jangan sampai masalah yang didapat pendidik di luar
sekolah di bawa ke dalam kelas (bersikap profesional).
h.
Memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan anak (aspek psikologi atau ilmu jiwa). Dalam hal ini pendidik tentunya patut memperhatikan
masalah ini karena dengan memperhatikan pertumbuhan anak dan perkembangan anak
dalam pembelajaran, supaya mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang
yang telah pendidik sampaikan.
i.
Menumbuhkan
kreativitas anak, dengan mengajukaj pertanyaan, kemudian mendapat jawaban dari
anak yang diajak bicara. Hal ini memancing siswa supaya mau mengungkapkan
pendapatnya, dengan begitu akan terjadi komunikasi yang baik antara pendidik
dan siswa.
j.
Berbaur
dengan anak-anak, masyarakat
dan sebagainya, tidak terpisah/eksklusif. Misalnya
dengan acara makan bersama, musyawarah bersama dan berjuang bersama mereka. Hal
ini akan semakin mempererat hubungan antar satu sama lain.
k.
Aplikasi, dalam pembelajaran pelaksanaanya sangat penting. Sebagai pendidik kita harus mempersiapkan segala
macamnya. Entah itu bahan ajar, pendekatan, metode, strategi, atau model yang
akan kita gunakan dalam pembelajran.
l.
Do'a, setiap perbuatan diawali
dan diakhiri dengan berdo'a terlebih dahulu dengan menyebut nama Allah.
Sebagaimana kita orang muslim tentu saja harus saling mendo'akan demi kebaikan
kita.
Teladan,
satu kata anatara ucapan dan perbuatan yang dilandasi dengan niat yang tulus
karena Allah. Sehingga ucapan dan perbuatan yang kita utarakan dan laksanakan
semata- mata tulus karena Allah dan segala sesuatunya itu bernilai positif.
2.
Prosedur
Pembelajaran
Perekayasaan
proses pembelajaran dapat didesain oleh guru sedemikian rupa. Idealnya kegiatan untuk siswa pandai harus berbeda
dengan kegiatan untuk siswa sedang atau kurang, walaupun untuk memahami satu
jenis konsep yang sama karena setiap siswa mempunyai keunikan masing- masing.
Hal ini menunjukan bahwa pemahaman terhadap pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran tidak bisa diabaikan (Majid. 2009: hlm.132).
Seperti yang kita bahas sebelumnya bahwa pemikiran, kemampuan,
karakteristik dan yang lainnya setiap orang pasti berbeda-beda. Tak jauh
berbeda dengan pembelajaran disini antara siswa yang pintar dapat memahami
materi dengan satu kali penjelasan, dan ada siswa yang kurang pintar harus
berulang-ulang kali. Maka dari itu kita sebagai pendidik harus mencari
pendekatan, metode, teknik yang pas untuk pembelajaran, agar pembelajaran dapat
merata.
Pendekatan dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi berkenaan dengan
hakikat dan belajar mengajar.Metode adalah rencana yang menyeluruh tentang
penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang
ditentukan. Teknik tidak adalah kegiatan spesfik yang diimplementasikan dalam
kelas sesuai dengan metode dan pendekatan yang dipilih. Pendekatan bersifat
aksiomatis, metode bersifat prosedural, dan teknik bersifat oprasional (Majid. 2009,
hlm.132-133)
a.
Pendekatan
Menurut (Sanjaya, 2007) sebagaimana dikutip oleh Hamruni (2012, hlm. 5) pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajran. Pendekatan disini adalah sebagai titik tolak ukur
yaitu sejauh mana atau sudah berhasil atau belum pembelajaran yang kita
sampaikan dipahami atau tidaknya oleh siswa dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran menurut (Roy Killen, 1998)
sebagaimana dikutip oleh Hamruni
(2012, hlm. 5) dibagi menjadi dua yaitu:
1)
Pendekatan yang berpusat pada
guru (teacher- centred approaches)
Menurunkan strategi
pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajran deduktif (guru
secara aktif membimbing siswa), atau pembelajran ekspositori (guru memegang
peran dominan). Maksud dari
pendekatan yang berpusat pada guru disini yaitu guru memberikan konsep
pembelajran, membimbing siswa-siswanya, dan dalam hal ini guru lah yang
berperan aktif atau dominan dibanding siswanya.
2)
Pendekatan
yang berpusat pada siswa (student- centred approaches)
Menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembeljaran induktif.
Maksud dari pendekatan yang berpusat pada siswa
disini yaitu siswa disini pada saat pembelajaran berperan lebih aktif dari pada
guru. Materi pembelajaran tidak hanya mengandalkan buku- buku atau dari
guru saja, akan tetapi bisa dari pengalaman atau pengetahuan siswa dari
kehidupannya sehari- hari dan pendekatan ini pun memacu siswa untuk berfikir
kritis.
b.
Metode
Proses belajar mengajar merupakan interaksi
yang dilakukan antata guru dengan peserta didik dalam suatu pengajaran untuk
mewujudkan tujuan yang ditetapkan (Majid. 2009, hlm.135) Proses belajar
mengajar tidak akan terjadi apabila komunikasi antara guru dan peserta didik
tidak berjalan dengan baik, maka dari itu, interaksi antara guru dan peserta
didik harus sinkron, nyambung, supaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut (Hamruni, 2012, hlm. 6) Metode didefinisikan sebagai cara- cara menyajikan bahan
pelajaran pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai suatu tujuan tentu saja tidak dapat
langsung, semuanya melalui proses, step by step yang harus dilewati
terlebih dahulu. Setiap guru pasti memiliki perbedaan dalam menentukan metode
dalam pembelajaran.
Metode apapun yang digunakan oleh pendidik
atau guru dalam proses pembelajaran, yang perlu diperhatika adalah akomodasi
menyeluruh terhadap prinsip- prinsip KBM (Majid. 2009, hlm.136).
1)
Berpusat kepada anak didik
(student oriented). Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik,
tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Satu
kesalahan jika guru memperlakukan mereka secara sama. Gaya belajar (learning
style) anak harus diperhatikan. Hal ini jelas, seperti yang telah kita bahas
sebelum-sebelumnya bahwa anak didik berbeda antar satu sama lain, mereka
memiliki perbedaan dalam baik dalam karakteristik, sikap, gaya belajar pola
pikir, dan yang lainnya, maka dari itu anak didik disebut sebagai sesuatu yang
unik.
2)
Belajar dengan melakukan
(learning by doing). Supaya proses belajar itu menyenangkan, guru harus
menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya,
sehingga ia memperoleh pengalaman nyata. Belajar langsung adalah hal yang
menyenangkan. Terlebih ketika kita merasa pusing dengan berbagai teori yang
memusingkan, akan mudah mengerti apabila dengan melakukannya langsung. Misalkan
dalam mempelajari tentang Ipa Perubahan Zat. Maka apabila siswa mempelajarinya
langsung dengan praktek maka mereka akan mudah mengingatnya.
3)
Mengembangkan kemampuan sosial.
Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh
pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live
together). Proses pembelajaran bukan hanya sekedar memperoleh ilmu pengetahuan,
akan tetapi proses pembelajaran disini juga sebagai tempat interaksi sosial
antara pendidik dengan siswa dan siswa dengan siswa. Interaksi sosial
didapatkan dari siswa dengan siswa dalam pembelajaran dapat dengan pendidik
membagi-bagi siswa berkelompok, sehingga terjadi interaksi antara siswa satu
dengan siswa lainnya. Sedang pendidik dengan siswa yaitu pendidik memberikan
pertanyaan-pertanyaan pada siswa mengenai pembelajaran dan mendapat respon dari
siswa, maka terjadilah interaksi antara pendidik dan siswa.
4)
Mengembangkan keingintahuan dan
imajinasi. Proses pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin
tauhu anak didik. Juga mampu memompa daya imajinatif anak didik untuk berfikir
kritis dan kreatif.
5)
Mengembangkan kreativitas dan
keterampilan memecahkan masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan yang
dilakukan oleh guru bagaimana merangsang kreativitas dan daya imajinasi anak
untuk menemukan jawaban terhadap setiap masalah yang dihadapi anak didik. Pendidik
harus kreatif dalam hal ini. Yang mana supaya peserta didik dapat terpacu untuk
berfikir kritis dalam menemukan jawaban dari pertanyaan yang di berikan guru.
c.
Teknik
proses
kegiatan belajar mengajar tidaklah berdiri sendiri melainkan terkait dengan
komponen materi dan waktu langkah pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang
harus dilakukan oleh guru dan sisiwa secara berurutan sehingga cocok dengan
pertumbuhan dan perkembanagan siswa. Teknik
pembelajaran yang beroentasi pada pengembangan kognitif banyak sekali
diantaranya dengan sorongan pada saat mengaji/menghapal ayat ayat al-Quran
(biasanya diterapkan di pesantren-pesantren tradisional). Teknik psikomotor
diantaranya drill dan practice berlatih dan memperaktekkan seperti pada
materi menghapalkan huruf al-Quran, berwudhu dan praktek ibadah salat. Teknik pembelajaran yang berorientasi pada
nilai afektif ada bermacam–macam diantaranya ialah:
1)
Teknik indokrinasi: prosedur
teknik ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:
a)
Tahap brainwashing yakni
pendidik memulai pendidikan nilai dengan jalan merusak tata nilai yang sudah
mapan dalam pribadi siswa untuk dikacaukan sehingga mereka menjadi tidak
mempunyai pendirian lagi.
b)
Tahap menanamkan fanatisme
yakni pendidik berkewajiaban menanamkan ide-ide baru dianggap benar sehingga
nilai-nilai yang ditanamkannya masuk kepada anak tanpa melalui pertimbangan
rasional yang mapan.
c)
Tahap penanaman dokrin pada
tahap ini pendidik dapat menggunakan pendekatan emosional keteladanan.saat
penanaman doktrin hanya dikenal adanya satu nilai kebenaran yang disajikan dan
tidak ada alternative lain.
2)
Teknik moral reasoning: langkah-langkah teknik
dilakukan dengan jalan:
a)
Penyajian dilema moral pada
tahap ini siswa dihadapkan dengan problematika nilai yang bersifat kontradiktif
dari yang bersifat sederhana sampai dengan kompleks.
b)
Pembagian kelompok diskusi
setelah disajikan problematika moral tersebut kemudian siswa dibagi kedalam
berbagai kelompok kecil untuk mendiskusikan
hasil pengamatan terhadap dilema moral tersebut
c)
Hasil diskusi kelompok
selanjutnya dibawa kedalam diskusi kelas dengan tujuan untuk mengadakan klarifikasi
nilai membuat alternatif dan konsekuensinya
d)
Siswa mendiskusikan secara intensif
dan melakukan seleksi nilai yang dipilih
sesuai dengan alternatif yang diajukan
dan siswa mengorganisasikan nilai-nilai terpilih tersebut dalam dirinya.
3)
Teknik meramalkan konsekuensi:
teknik ini merupakan penerapan dari pendekatan rasional dalam mengajarkan
nilai. Langkah–langkahnya sebagai berikut:
a)
Siswa diberikan kasus melalui
cerita, membaca majalah, melihat film, atau melihat kejadian konkret dilapangan.
b)
Siswa diberi beberapa
pertanyaan yang berhubungan dengan nilai-nilai yang ia lihat, ketahui dan ia
rasakan. Pertanyaan itu adakalanya bersifat memperdalam wawasan
4)
Teknik klarifikasi: teknik ini
merupakan salah satu cara untuk membantu anak dalam menentukan nilai-nilai yang
akan dipilihnya. Dalam teknik ini dapat ditempuh lewat tiga tahap, yaitu:
a)
Tahap pemberian contoh: pada tahap ini guru
memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang baik dan memberikan contoh
penerapannya. Misalnya dalam pembelajaran guru bisa melibatkan siswa secara
langsung melalui kegiatan observasi, melibatkan siswa dalam kegiatan nyata atau
bisa juga guru memberikan contoh secara langsung kepada para siswanya.
b)
Tahap mengenal kelebihan dan
kekurangan nilai yang telah diketahui oleh siswa lewat contoh-contoh tersebut
seperti diatas. Misalnya pada saat pembelajaran guru menggunakan metode diskusi
atau tanya jawab guna melihat kelebihan dan kekurangan dari nilai tersebut,
setelah melihat nilainya siswa bisa mengetahui, memilih, dan menyetujui nilai
yang dianggap paling benar.
c)
Tahap mengorganisasikan tata
nilai pada diri siswa.Setelah pemilihan nilai yang dianggap benar tersebut,
siswa dapat mengorganisasikan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari dan menjadikan nilai tersebut sebagai pribadinya.
5)
Teknik internalisasi: apabila
teknik-teknik di atas hanya terbatas pada pemilihan nilai dengan disertai
wawasan yang cukup luas dan mendalam maka dalam teknik internalisasi ini
sasarannya sampai kepada tahap pemilikan nilai yang menyatu dalam kepribadian
siswa, atau sampai pada taraf karakterisasi atau me-watak. Tahap-tahap internalisasi
ini adalah:
a)
Tahap tranformasi nilai: pada
tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik
kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal. Jadi, pada tahap
ini guru hanya sebatas memberitahukan mana yang yang baik dan mana yang kurang
baik kepada siswa. Misalnya guru menjelaskan bahwa bersikap arogan itu tidak
baik, seharusnya siswa mempunyai perilaku yang sopan, ramah, tidak keras
kepala, dan sebagainya.
b)
Tahap transaksi nilai: yakni
suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau
interaksi antara siswa dan guru bersifat timbal balik. Apabila pada tahap
transformasi, komunikasi masih dilakukan satu arah yakni oleh guru saja (guru
yang aktif). Pada tahap transaksi ini, guru dan siswa sama-sama harus berperan
aktif. Dalam tahap ini guru tidak hanya menyajikan informasi tentang nilai baik
buruknya sesuatu, tetapi juga guru terlibat untuk melaksanakan dan memberikan
contoh yang nyata dan siswa diminta memberikan respon yang sama, yakni menerima
dan mengamalkan nilai tersebut.
c)
Tahap transinternalisasi: tahap
ini jauh lebih dalam dari sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru
dihadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mental
(kepribadiannya). Begitu juga dengan guru memandang siswa, bukan dari sosok
fisiknya melainkan dari kepribadian siswanya. Proses dari transinternalisasi
itu mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks, yaitu mulai dari: (1)
menyimak (receiving), yakni kegiatan siswa untuk bersedia menerima
adanya stimulus yang berupa nilai-nilai baru yang dikembangkan dalam sikap
afektif; (2) menanggapi (responding), yakni kesediaan siswa untuk
merespon nilai-nilai yang ia terima dan sampai ke tahap memiliki kepuasan untuk
merespon nilai tersebut; (3) memberi nilai (valuing), yakni sebagai
kelanjutan dari aktivitas merespon nilai menjadi siswa mampu memberikan makna
baru terhadap nilai-nilai yang muncul dengan kriteria nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya; (4) mengorganisasi nilai (organization of value), yakni
aktivitas siswa untuk mengatur berlakunya sistem nilai yang ia yakini sebagai
kebenaran dalam kepribadiannya sendiri sehingga ia memiliki satu sistem nilai
yang berbeda dengan orang lain; (5) karakteristik nilai yakni dengan
membiasakan nilai-nilai yang benar dan diyakini, dan yang telah terorganisir
dalam laku pribadinya sehingga nilai tersebut sudah menjadi watak
(kepribadiannya), yang tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupannya.
D.
Pengelolaan Kelas
1.
Pengertian Pengelolaan Kelas
Bisa berjalan baik
atau tidaknya suatu pembelajaran di kelas tergantung dari kemampuan seorang
guru dalam mengelola kelasnya. Sehingga strategi pembelajaran yang telah dibuat
guru dapat berjalan dengan baik dan bahan materi ajar dapat diterima atau
dipamahami oleh siswa. Menurut Bachari (2008,
hlm. 20) mengemukakan bahwa “pengelolaan kelas adalah rentetan kegiatan guru
untuk menumbuhkan mempertahankan organisasi kelas yang efektif, yaitu meliputi
tujuan pengajaran, pengaturan waktu, pengaturan ruangan dan peralatan, dan pengelompokan
siswa dalam belajar.” Sedangkan, Joni, Raka sebagaimana dikutip oleh
Bachari (2008, hlm. 20) mengemukakan bahwa “pengelolaan kelas adalah segala
kegiatan guru di kelas yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal
bagi terjadinya proses belajar.”
Dari beberapa
pendapat diatas menyatakan bahwa di dalam pengelolaan kelas ini adanya suatu kegiatan guru dalam menciptakan dan
mempertahankan suatu kondisi yang efektik dan optimal dalam proses pembelajaran
di kelas. Maksud dari kondisi efektif dan optimal dalam proses pembelajaran
adalah pencapaian pembelajaran yang ingin dicapai dapat berjalan dengan baik
sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh guru dalam strategi
pembelajaran, dan memaksimalkan kemampuan siswa untuk dapat berkontribusi atau
berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Jadi, pengelolaan
kelas adalah suatu kegiatan guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi
kelas yang efektif dan optimal, sehingga pencapaian pembelajaran dapat berjalan
dengan baik sesuai dengan yang telah ditetapkan
oleh guru dan mengembangkan kemampuan siswa untuk dapat berperan aktif dalam proses
pembelajaran di kelas.
Sementara itu,
Wilford A. Webber sebagaimana dikutip oleh Bachari (2008, hlm. 20) mengemukakan
bahwa pengelolaan kelas adalah:
a.
Seperangkat kegiatan guru untuk
menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui penggunaan
disiplin (pendekatan otoriter) seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan
mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui intimidasi tim (pendekatan
intimidasi).
b.
Seperangkat kegitan guru untuk
memaksimalkan kebebasan siswa (pendekatan permisif) seperangkat kegiatan guru
menciptakan suasana kelas dengan cara mengikuti petunjuk atau resep yang telah
disajikan (pendekatan buku masak).
c.
Seperangkat kegiatan guru untuk
menciptakan suasana kelas yang efektif melalui perencanaan pembelajaran yang
bermutu dan dilaksanakan dengan baik (pendekatan instruksional).
d.
Seperangkat kegiatan guru untuk
mengembangkan tingkah laku peserta didikyang diinginkan dengan mengurangi
tingkah laku yang tidak diinginkan (pendekatan perilaku).
e.
Seperangkat kegiatan guru untuk
mengembangkan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosionaal kelas yang
positif (pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional).
f.
Seperangkat kegiatan guru untuk
menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif (pendekatan sistem
sosial).
Dari pendapat
Wilford A. Webber tersebut juga dijelaskan adanya kegiatan guru dalam
menciptakan dan mempertahankan kondisi siswa di dalam kelas yang efektif supaya
pencapai pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapakan. Namun
dalam hal ini, sesuai degan pendapat Wilford A. Webber bahwa di dalam
pengelolaan kelas ini adanya suatu pendekatan-pendekatan, yaitu: pendekatan
otoriter, pendekatan intimidasi, pendekatan permisif, pendekatan buku masak,
pendekatan instruksional, pendekatan perilaku, pendekatan, penciptaan iklim
sosio-emosional, pendekatan sistem sosial.
Sehingga seorang guru harus mampu melakukan pendekatan-pedekatan
tersebut di dalam pengelolaan kelas, supaya dapat menciptakan dan
mempertahankan kondisi siswa di dalam kelas yang efektif.
Maka dari beberapa
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan
yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi situasi
belajar siswa yang efektif di dalam kelas, sehingga pencapaipan pembelajaran
dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menjadikan
siswa ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa mendapatkan
pengalaman yang berkmakna.
2.
Pengelolaan
Kelas
Supaya pembelajaran dapat berjalan dengan efektif,
maka seorang guru harus mampu mengelola kelasnya dengan baik. Menurut Harmer sebagaimana dikutip dalam Wachyudi,
dkk. (2015, hlm. 41) ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik
ketika mengajar di kelas agar bisa mengelola kelas dengan baik yaitu proximity
(kedekatan), appropriacy (kelayakan), movement (gerakan), dan
awareness (kesadaran). Berikut ini penjelasan mengenai hal tersebut:
a.
Proximity
(Kedekatan)
Seorang guru dalam hal ini harus mampu mendekatkan dirinya dengan siswa
ketika siswanya tersebut memerlukan bantuan di dalam memenuhi kebutuhannya
dalam proses pembelajaran.
b.
Appropriacy (Kelayakan)
Seorang guru harus mampu memposisikan dirinya didepan kelas layaknya
seorang guru yang mampu memberikan bantuan sehingga siswa tidak merasa canggung
kepada gurunya.
c.
Movement
(Gerakan)
Seorang guru harus selalu begerak menghampiri siswa-siswanya di dalam
kelas dikala proses pembelajaran, sehingga guru mengetahui masalah atau
kebutuhan setiap siswa dalam proses pembelajaran.
d.
Awareness
(Kesadaran)
Seorang guru harus mampu menyadari masalah atau kebutuhan yang dialami
oleh siswanya, sehingga guru dapat memberikan bantuan atau solusi yang
diperlukan oleh siswanya.
Setelah adanya
hal-hal yang perlu guru perhatikan dalam proses pembelajaran, ada juga hal yang perlu guru lakukan dalam
pengelolaan menurut Shakila
sebagaimana dikutip dalam Wachyudi, dkk. (2015, hlm. 41) mengeksplorasi bagian-bagian dari
pengelolaan kelas yang selalu terkait pada motivasi (giving feedback),
mengontrol peserta didik, pengaturan tempat duduk, dan interaksi antara
pendidik dan peserta didik. Berikut ini penjelasan
mengenai hal tersebut:
a.
Motivasi (Giving Feedback)
Motivasi
(Giving Feedback) adalah
seorangguru memberikan suatu motivasi belajar pada siswa, agar siswa mampu mengembangkan kemampuan yang ada pada
dirinya. Motivasi (Giving Feedback) mempunyai dua fungsi, yaitu: Positive feedback. Memberikan dampak yang baik kepada siswa, sehingga
membantu mereka terdorang untuk belajar. ; Negative feedback, memberikan dampak yang tidak baik,
sehingga justru malah mengurangi dan menurunkan minat siswa dalam belajar.
b.
Mengontrol Peserta Didik
Mengontrol peserta
didik adalah seorang guru harus melihat atau memperhatikan perkembangan
siswanya dalam proses pembelajaran di kelas dengan melihat hasil belajar
ataupun dalam proses pembelajaran. sehingga guru dapat mengetahui pencapaian
perkembangan kemampuan belajar siswanya.
c.
Pengaturan Tempat Duduk
Pengaturan tempat
duduk adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam memposisikan
tempat duduk siswanya sesuai dengan kebutuhan siswa dan menjadikan diantara
para siswa menjadi saling mengenal satu sama lain dan menjalin keakraban
diantara para siswa.
d.
Interaksi antara Pendidik dan
Peserta Didik
Interaksi antara
pendidik dan peserta didik adalah adanya suatu hubungan komunikasi yang
terjalin dengan baik di dalam kelas, yakni antara guru dan siswa. Sehingga, di
dalam pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai yang guru intstruksikan
dalam kelas dan sehingga adanya saling tukar pikiran dalam pemahaman materi
pelajaran.
3.
Pengorganisasian
Kelas
Menurut Kennedy dan Tipps sebagaimana dikutip dalam
Sa’diyah & Sukayati (2011, hlm. 17-19) beberapa pengorganisasian atau
susunan kelas yang dapat diimplementasikan
di kelas, yaitu:
a.
Susunan kelas tradisional
Pada susunan kelas
tradisional, posisi meja guru berada di
depan tengah-tengah meja anak.
b.
Susunan
kelas dengan meja dan karpet untuk kerja kelompok, games, dan manipulatif.
Pada posisi ini,
meja anak disatukan sesuai dengan kelompoknya. Lalu posisi meja guru berada
disamping menghadap meja anak untuk mengawasi dan memfasilitasi kegiatan
kelompok. Setelah itu karpet dan meja kerja digunakan untuk mendemonstrasikan
dan menggunakan alat peraga. Dan terakhir adanya almari untuk menyimpan alat
peraga, buku sumber, dan hasil karya kelompok.
c.
Susunan kelas laboratorium
Pada susunan kelas
laboratorium adanya beberapa meja kerja yang digunakan untuk praktik dan
percobaan ilmiah. Lalu ada 2 almari untuk menyimpan alat-alat untuk praktik dan
percobaan. Dan adanya 3 komputer sebagai penunjang kegiatan praktik dan
percobaan atau untuk tutorial kegiatan praktik dan percobaan.
d.
Susunan
kelas dengan meja untuk projek (tugas) dan pusat belajar.
Pada susunan kelas
dengan meja untuk projek dan pusat belajar, semua meja anak menghadap meja
kerja yang guna untuk menunjukan alat-alat peraga dan sumber belajar sehingga
siswa mengetahui secara kongkrit alat dan sumber belajarnya. Lalu alamari
digunakan untuk menyimpan alat-alat dan sumber belajar setelah digunakan. Dan
adanya meja guru di samping menghadap meja kerja.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengelolaan
pembelajaran dan pengembangan bahan ajar
dalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam mengatur atau
mengelola aktifitas belajar siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai
sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga di dalam pengelolaan
pembelajaran dan pengembangan bahan ajar, adanya beberapa pengelolaan yang
perlu guru pahami, diantaranya sebagai berikut: pengelolaan siswa, pengelolaan
guru, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan lingkungan kelas.
Pengelolaan siswa adalah kegiatan yang guru lakukan
dalam pemebelajaran dengan guru hanya sebagai fasilitator saja, dimana guru
harus mampu mengarahkan, mengkondisikan, dan membimbing siswa menemukan
pengetahuan selama proses pembelajaran. Selebihnya, siswa lah yang berperan
aktif dalam pembelajaran. Selanjutnya, penngelolaan guru adalah seorang guru
harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang kondusif, karena
fungsi guru di sekolah sebagai "bapak" kedua yang bertanggung jawab
atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Jadi seorang guru yang memberikan
pengetahuan, informasi terhadap siswanya supaya siswanya lebih mengembangkan
potensi yang dimilikinya, dan supaya siswa lebih pintar ataupun menambah
pengetahuannya lebih banyak lagi, atas apa yang telah guru sampaikan kepada
siswanya.
Pengelolaan
pembelajaran adalah seorang guru harus melakukan suatu perencanaan terlebih
dahulu sebelum melaksanakan pembelajaran, yang mana agar pembelajran tersebut
teratur serta tujuan pembelajran dapat tercapai. Yang mana diawali dengan penentuan
strategi dan perencanaan, kemudian bagaimana dalam pelaksanaanya atau prosesnya,
dan diakhiri dengan penilaian, baik itu penilaian tes dan non tes. Lalu
dilanjutkan dengan pengelolaan kelas, pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan guru
dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang efektif dan optimal,
sehingga pencapaian pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang
telah ditetapkan oleh guru dan
mengembangkan kemampuan siswa untuk
dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas.
B.
Saran
Semoga dengan para
guru memahami pengelolaan pembelajaran dan pengembangan bahan ajar, diharapkan
para guru mampu mengelola atau mengatur aktifitas belajar siswa dengan baik.
Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang ditetapkan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bachari,
A. D. (2008). Manejemen Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung: UPI PRESS.
Hamruni. (2012). Strategi
Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani
Majid,
A. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Marasabessy,
A. (2012). Analisis Pengelolaan Pembelajaran yang Dilakukan Oleh Guru yang
Sudah Tersertifikasi dan yang Belum Sertifikasi Pada Pembelajaran Ipa Dikelas V
Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan, vol 13,hlm. 8-11.
Sa’diyah,
C. dkk. (2011). Pengelolaan Kelas dan Penerapannya Dalam Pembelajaran
Matematika di SD. Yogyakarta: Pusat Perkembangan dan Pemberdayaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika 2011.
Sadulloh, U. (2010).
Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: ALPABETA.
Wachyudi,
K. dkk.(2015). Analisis Pengelolaan dan Interaksi Kelas Dalam Pengajaran
Bahasa Inggris. Jurnal Ilmiah Solusi, vol 1, hlm. 41.
No comments:
Post a Comment