Wednesday, June 29, 2016

Makalah Pengelolaan Pembelajaran






                                                                                                                                                                    BAB I     

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Guru sebagai komponen penting dalam tenaga pendidikan memiliki tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru dituntut harus  mampu atau paham mengelola pembelajaran dengan baik. Pengelolaan pembelajaran merupakan sesuatu yang penting dalam pendidikan, karena tanpa pengelolaan yang baik maka proses pembelajaran tidak akan terarah dengan baik. Dan tujuan pembelajaran pun yang telah ditetapkan tidak akan tercapai dengan optimal.

Menurut Marasabessy, A. (2012, hlm. 9-11) mengemukakan bahwa “penilaian skala dari 1-5 tentang kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran baik itu guru yang tersertifikasi maupun yang tidak tersertifikasi selama proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung adalah sebagai beikut:  dimana pemberian nilai 1 = sangat tidak baik, 2 = tidak baik, 3 = kurang baik, 4 = baik, 5 = sangat baik, dan hasilnya adalah kemampuan guru tersetifkasi dalam pengelolaan waktu adalah 2.7 dengan kategori kurang baik sedangkan sedangkan guru yang belum tersertifikasi 2.6 dengan kategori kurang baik. Kemampuan pengelolaan media pembelajaran yang dilakukan oleh guru tersertifikasi adalah 3.2 dengan kategori kurang baik, sedangkan guru yang belum tersertifikasi adalah 2.8 dengan kategori kurang baik. Kemampuan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru tersertifikasi adalah 3.4 dengan kategori kurang baik, sedangkan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru yang belum tersertifikasi adalah 3.2 dengan kategori kurang baik.” Maka bisa dilihat bahwa kemampuan guru di dalam pengeleloan pembelajaran masih kurang baik, baik itu guru yang sudah tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi. Apabila melihat dari hal tersebut seharusnya seorang guru yang sudah tersertifikasi bisa lebih baik dalam pengelolaan pembelajarannya dibandingkan dengan guru yang belum disertifikasi.

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Milan sebagaimana dikutip oleh Marasabessy (2012, hlm. 9) bahwa “tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan dengan kondisi yang terbangun selama pembelajaran.” Sehingga seorang guru baik itu yang sudah tersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi harus mampu melakukan pengelolaan pembelajaran dengan baik, karena keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran tergantung dari kondisi yang terbangun selama pembelajaran khususya dalam pengelolaan pembelajaran.

Oleh karena itu, melihat dari permasalahan tersebut kami membuat makalah dengan judul “Pengelolaan Pembelajaran dan Bahan Ajar” guna memberikan pengetahuan kepada guru, agar guru dapat mengelola pembelajaran dengan baik dan dapat mengembangkan bahan ajar yang disesuaikan dengan karakteristik siswanya supaya pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan makalah yang akan kami buat tersebut, kami merumuskan beberapa rumusan masalah diantaranya sebagai berikut:

1.      Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan siswa?

2.      Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan guru?

3.      Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan pembelajaran?

4.      Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan lingkungan kelas?

C.   Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, kami merumuskan beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui pengelolaan siswa.

2.      Untuk mengetahui  pengelolaan guru.

3.      Untuk mengetahui pengelolaan pembelajaran.

4.      Untuk mengetahui pengelolaan lingkungan kelas.



















                                                                                                                                                                  BAB II   

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN

A.   Pengelolaan Siswa

1.     Pengertian Pengelolaan Siswa

Pengelolaan pembelajaran terdiri dari beberapa pengelolaan, diantaranya pengelolaan siswa. Menurut Majid (2009, hlm. 112) mengemukakan bahwa “Kedudukan siswa dalam kurikulum berbasis kompetensi merupakan ‘produsen’, artinya siswa sendirilah yang mencari tahu pengetahuan yang dipelajarinya. Siswa dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam: pandai, sedang, dan kurang. Karenanya, guru perlu mengatur kapan siswa bekerja perorangan, berpasangan, dan berkelompok atau klasikal”. Jadi, dalam kegiatan pembelajaran guru hanya sebagai fasilitator saja dimana guru harus mampu mengarahkan, mengkondisikan, dan membimbing siswa menemukan pengetahuan selama proses pembelajaran. Selebihnya, siswa lah yang berperan aktif dalam pembelajaran. Selain itu, guru harus mampu mengetahui dan mengenali karakter masing-masing dari siswa agar guru dapat mengatur pembelajaran baik itu secara perseorangan maupun kelompok yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan materi yang akan diajarkan.

Guru dapat mengatur dan merekayasa segala sesuatunya. Guru dapat mengatur siswa berdasarkan situasi yang ada ketika proses belajar mengajar berlangsung. Menurut Andree sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 112) ada beberapa macam pengelompokan siswa, diantaranya:

a.        Task planning groups, bentuk pengelompokan berdasarkan rencana tugas yang akan diberikan oleh guru. Jadi, selama proses pembelajaran berlangsung siswa dibagi kedalam beberapa kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru dan dikerjakan secara bersama-sama. Misalnya, guru memberikan tugas mencari antonim dan sinonim kata sifat tetapi dalam pengerjaannya dilakukan secara berkelompok. Dimana guru membagi siswanya menjadi 4 kelompok, Kelompok 1 dan 2 tugasnya mencari antonim dan untuk kelompok 3 dan 4 tugasnya mencari sinonim.

b.       Teaching groups, kelompok ini biasanya digunakan untuk group teaching, dimana guru memerintahkan suatu hal, siswa yang ada pada tahap yang sama mengerjakan tugas yang sama pada saat yang sama. Misalnya, guru menyuruh siswa melakukan role playing dengan memerankan tokoh pahlawan Soekarno secara bergantian tetapi dengan pembawaan masing-masing siswanya dalam satu pertemuan.

c.        Seating groups, pengelompokan yang bersifat umum; dimana 4-6 siswa duduk mengelilingi satu meja. Misalnya, selama pembelajaran berlangsung guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-6 siswa dimana dalam pelaksanaan seperti forum diskusi didalam kelas tetapi tidak untuk menyelesaikan suatu masalah melainkan melakukan pembelajaran seperti biasanya.

d.       Joint learning groups, pengelompokan siswa dimana satu kelompok siswa bekerja dengan kegiatan yang saling terkait dengan kelompok yang lain. Hasilnya mungkin seperangkat yang saling terkait. Jadi, dalam kegiatan pembelajaran guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok dimana setiap kelompok diberikan pembahasan yang berbeda tetapi materi tersebut saling berkaitan satu sama lain. Misalnya, dalam pembelajaran IPS. Kelompok A membahas mengenai bencana alam dan kelompok B membahas mengenai penganggulangan dari bencana alam tersebut.

e.        Collaborative groups, kelompok kerja yang menitikberatkan pada kerja sama tiap individu dan hasilnya sebagai sesuatu yang teraplikasi. Jadi, selama proses pembelajaran guru memberikan sebuah tugas kepada setiap individu tetapi dalam pengerjaannya individu tersebut bekerja sama dengan individu yang lainnya dimana mereka saling memberikan pendapat dan masukan yang kemudian akan mendapatkan suatu hasil atau produk dari apa yang telah mereka simpulkan, serta dilakukannya atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

2.     Masalah Siswa

Berdasarkan pengelompokan siswa di atas, sering kali menimbulkan masalah baru bagi guru. Pengelompokan siswa tersebut terkadang malah menimbulkan masalah baru bagi guru. Untuk membantu guru menghadapi masalah tersebut, Pollard sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 113) mengelompokkan kepribadian siswa dalam 5 kelompok besar, yaitu:

a.        Impulsivity / Reflexivity. Gambaran impulsivity adalah orang yang tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas tanpa berfikir terlebih dahulu, sedangkan reflexivity adalah orang yang sangat mempertimbangkan tugas tersebut tanpa berkesudahan. Misalnya, untuk impulsivity ada siswa yang apabila diberi tugas oleh guru dia akan langsung mengerjakannya secara terburu-buru tanpa berfikir apa yang ia tuliskan yang terpenting adalah ia dapat menyelesaikannya. Sedangkan untuk reflexivity siswa tersebut akan teliti terhadap suatu tugas yang diberikan dan terus menerus mempertimbangkannya karena takut terjadi kesalahan tanpa berhenti menelitinya.

b.       Extroversion. Gambaran extroversion adalah orang yang ramah, terbuka, bahkan kadang-kadang tergantung dari perlakuan teman-teman sekelompoknya. Sedangkan intoversion adalah orang yang tertutup dan sangat pribadi, malah kadang-kadang tidak mau bergaul dengan teman-temannya. Jadi, untuk siswa yang extroversion mereka lebih cenderung pasrah terhadap apa yang terjadi tetapi mereka terbuka terhadap apa yang ada didepan mereka. Sedangkan untuk siswa yang intoversion mereka lebih cenderung menutup diri dan enggan untuk berinteraksi dengan orang lain.

c.        Anxiety / Adjusment. Gambaran anxiety adalah orang yang merasa kurang dapat bergaul dengan teman, guru, atau tidak dapat menyelesaikan permasalahan dengan baik. Jadi, anxiety hampir sama dengan introversion tetapi mereka membutuhkan orang lain untuk membantu dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Sedangan adjusment adalah orang yang merasa dapat bergaul dengan guru, teman, atau dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Jadi, mereka yang mempunyai kepribadian adjusment cenderung lebih percaya diri baik dalam bergaul maupun dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.

d.       Vacillation / Perseverance. Gambaran vacillation adalah orang yang konsentrasinya rendah sering berubah-ubah, dan cepat menyerah dalam pekerjaan. Jadi, orang yang memiliki kepribadian vacallation adalah mereka yang tidak mempunyai pendirian tetap terhadap apa yang mereka pilih. Sedangkan perseverance adalah orang yang mempunyai daya konsentrasi kuat dan terfokus serta pantang menyerah dalam menyelesaikan pekerjaan. Orang perseverance adalah mereka yang bersungguh-sungguh dan tekun dalam menyelesaikan pekerjaannya.

e.        Competitiveness / Collaborativeness. Gambaran mengenai competitiveness adalah orang yang mengukur prestasinya dengan orang lain dan sukar bekerja sama dengan orang lain. Mereka yang mempunyai kepribadian ini adalah mereka yang suka membandingkan hasil yang mereka peroleh dengan hasil orang lain dan biasanya selalu bekerja sama dengan orang lain (meminta bantuan) untuk mendapatkan hasil tersebut. Sedangkan collaborativeness adalah orang yang sangat tergantung pada orang lain dan tidak dapat bekerja sendiri. Mereka yang mempunyai kepribadian ini adalah mereka yang tidak percaya diri terhadap kemampuan yang mereka miliki dan cenderung selalu meminta bantuan orang lain dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Sedangkan, menurut M. Entang dan T. Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 114) mengelompokkan masalah pengelolaan siswa menjadi dua kategori, yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Tindakan pengelolaan siswa yang dilakukan guru akan efektif apabila ia dapat mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi, sehingga pada gilirannya ia dapat memilih strategi penganggulangan yang tepat pula.

Masalah individu muncul karena dalam individu ada kebutuhan ingin diterima kelompok dan ingin mencapai harga diri. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi dengan lumrah dikalangan masyarakat, maka ia akan melakukan cara apapun (berlaku tidak baik). Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara yang tidak baik itu oleh Rudolf  Dreikurs dan Pearl Cassel yang dikutip oleh T. Raka Joni dalam Majid (2009, hlm. 114) digolongkan menjadi empat, yaitu:

a.        Tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain (attention getting behaviors). Misalnya, membadut dikelas atau berbuat lamban sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra.

b.       Tingkah laku yang ingin menunjukkan kekuatan (power seeking behaviors). Misalnya selalu mendebat, kehilangan kendali emosional (marah-marah, menangis) atau selalu lupa pada aturan-aturan penting dikelas.

c.        Tingkah yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors). Misalnya menyakiti orang lain dengan mengata-ngatai, memukul, menggigit, dan sebagainya.

d.       Peragaan ketidakmampuan (passive behaviors), yaitu sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun karena khawatir mengalami kegagalan. Misalnya apabila diberi tugas tidak mau mengerjakan.

Menurut Maman Rahman sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 114-115) dari keempat tindakan diatas sebagaimana dikemukakan oleh Rodolf Dreikurs akan mengakibatkan terbentuknya empat pola tingkah laku yang sering nampak pada anak usia sekolah, yaitu:

a.        Pola aktif konstruktif yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi super star dikelasnya dan berusaha membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati. Misalnya mencoba melakukan segala sesuatu agar dipuji teman yang lain, atau selalu membantu guru tanpa diminta supaya mendapat tempat tersendiri dikelasnya.

b.       Pola aktif destruktif yaitu pola tingkah laku yang diwujudkan dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar, dan memberontak. Biasanya, mereka melakukan hal tersebut untuk mendapatkan perhatian dari teman yang lain.

c.        Pola pasif konstruktif yaitu pola yang menunjukkan kepada satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya selalu dibantu dan mengharapkan perhatian. Bisa juga mereka berpura-pura lamban dalam mengerjakan sesuatu karena mungkin malas dan mengharapkan orang lain membantunya.

d.       Pola pasif destruktif yaitu pola tingkah laku yang menunjuk kemalasan (sifat malas) dan keras kepala. Mereka tidak mau diatur, tidak mau mengerjakan apapun dan selalu bertingkah sesuai dengan kehendak mereka tanpa memperdulikan ucapan orang lain.

Dua kategori pokok tentang masalah pengelolaan siswa, yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Berikut penjelasannya:

1)      Masalah Indiviu

Kategori masalah individu dalam pengelolaan siswa menurut Dreikurs dan Cassel sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 115) didasarkan pada asumsi bahwa tingkah laku manusia itu mempunyai maksud dan tujuan. Setiap individu mempunyai kebutuhan pokok untuk menjadi dan merasa berguna. Ada empat tipe perilaku yang kurang baik, yaitu:

a)      Perilaku untuk menarik perhatian, siswa yang tidak menaikkan statusnya dengan cara yang tidak dapat diterima oleh lingkungannya, biasanya akan mencari jalan lain untuk menarik perhatian baik itu dengan cara aktif maupun pasif. Misalnya bergaya sok, melawak, mengacau, rewel, atau dengan meminta pertolongan secara terus menerus. Jika guru merasa terganggu dengan tindakan siswa, mungkin tujuan mereka adalah untuk mencari perhatian.

b)      Perilaku untuk mencari kekuasaan, perilaku ini hampir sama dengan perilaku diatas namun sifatnya lebih kuat yakni mencari perhatian dengan cara merusak. Misalnya membantah, pemarah, menolak perintah atau biasanya tidak mau bekerja sama sekali dan hanya ingin orang lain yang mengerjakannya. Jika guru merasa dikalahkan atau terancam, tujuan mereka mungkin untuk mencari kekuasaan.

c)      Perilaku untuk melampiaskan dendam, biasanya disebabkan karena putus asa dan bingung sehingga mencari keberhasilan dengan cara menyakiti orang lain, menyerang secara fisik (memukul, menendang) atau bermusuhan dengan teman-temannya. Biasanya, perilaku yang ditimbulkan lebih banyak perilaku yang aktif daripada perilaku yang pasif. Jika guru merasa sangat tersinggung, tujuan mereka mungkin untuk mencari pelampiasan dendam.

d)     Perilaku yang memperlihatkan ketidakmampuan, siswa yang berkelakuan buruk merupakan pribadi yang sangat putus asa, pesimis dalam mencapai keberhasilan, dan hanya mengalami kegagalan yang terus menerus. Perasaan tidak berharga dan tidak berdaya tersebut menyebabkan “drop-out” pada diri siswa dan menyebabkan kegagalan yang lebih serius. Jika guru merasa tidak berdaya, tujuan mereka mungkin untuk menunjukkan ketidakmampuannya.

2)    Masalah Kelompok

Kategori masalah kelompok dalam pengelolaan siswa menurut Johnson dan Bany sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 117) mengidentifikasi tujuh masalah kelompok dalam pengelolaan kelas, yaitu:

a)      Kurangnya kesatuan, ditandai dengan konflik-konflik antara individu dan sub kelompok. Misalnya konflik antara jenis kelamin, konflik antar agama, ras, dan yang lainnya sehingga menyebabkan perpecahan dikelas dan para siswa pun tidak saling mendukung antara yang satu dengan yang lain.

b)      Ketidaktaatan terhadap standar tindakan dan prosedur kerja, apabila kelas atau para siswanya menganut kebiasaan yang kurang baik, norma-norma buruk sudah diterapkan, maka kebiasaan tersebut dikategorikan sebagai tidakan terhadap standar tingkah laku. Misalnya selalu membuat keributan, kegaduhan, berbiacara keras, bertingkah laku yang menganggu orang lain dan sebagainya.

c)      Reaksi negatif terhadap pribadi anggota, ditandai dengan kesan bermusuhan terhadap anak yang tidak diterima oleh kelompok, yang menyimpang dari aturan kelompok. Ciri khas dari masalah ini adalah tindakan kelompok untuk membuat individu lain menyesuaikan diri dengan kelompok tersebut.

d)     Pengakuan kelas terhadap kelakuan buruk, tindakan ini timbul ketika kelompok mendorong dan mendukung seseorang yang berkelakuan yang tidak dapat dapat diterima kelompok kelas. Contoh yang paling umum adalah bilamana kelompok kelas mendukung terhadap “pelawak kelas”. Jika kasus ini terjadi, kita bisa mengelompokkan masalah ini menjadi masalah kelompok dan masalah individu yang harus segera ditangani oleh guru supaya masalah tersebut tidak bertambah menjadi masalah yang lebih serius.

e)      Kecenderungan adanya gangguan, kemacetan pekerjaan, dan kelakuan yang dibuat-buat. Masalah yang timbul pada saat kelompok mengerjakan tugas, cenderung kelompok tersebut yang memacetan kegiatan. Kelompok tersebut terlalu memperhatikan gangguan-gangguan kecil yang timbul dan membiarkan masalah yang sedang dihadapi sehingga akan menganggu produktivitas. Misalnya pada saat mengerjakan tugas, ada salah satu anggota kelompok yang membuat kerusuhan. Kemudian anggota kelompok yang lain terlalu mengurusinya sehingga tugas yang sedang dikerjakan pun akan terhambat dan tidak diperhatikan lagi.

f)       Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Kelompok kelas yang memberi reaksi buruk pada saat ada peraturan baru, situasi darurat, perubahan anggota kelompok, perubahan jadwal, atau pergantian guru, merupakan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.

g)      Semangat juang yang rendah dan adanya sikap bermusuhan. Jika kelas terlibat dalam tindak proses dan perlawanan tersembunyi atau terang-terangan yang mengakibatkan kelambatan dan kemacetan, ini merupakan masalah yang paling sulit diatasi. Misalnya kelompok dalam kelas tersebut merupakan kelompok yang paling berpengaruh, kemudian ada kelompok lain yang muncul sebagai kelompok yang lebih baik dari mereka. Mereka menganggap bahwa kelompok lain merupakan ancaman bagi kelompok mereka, seharusnya dengan adanya kelompok lain mereka dapat membuat kelompok yang lebih baik.

3.     Pemecahan Masalah Siswa

Sebagaimana penjelasan mengenai permasalahan yang muncul dari malasah siswa tersebut, maka menurut Majid (2009, hlm.188) pengelolaan siswa merupakan kegiatan atau tindakan guru dalam rangka penyediaan kondisi yang optimal agar proses tindakan tersebut dapat berupa tindakan yang bersifat pencegahan dan atau tindakan bersifat korektif. Tindakan yang bersifat pencegahan (preventif) yaitu dengan jalan menyediakan kondisi fisik maupun kondisi sosio emosional sehingga benar oleh siswa rasa kenyamanan dan keamanan untuk belajar.  Tindakan yang bersifat korektif merupakan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang dan merusak kondisi optimal bagi proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Tindakan yang bersifat korektif terbagi dua, yaitu tindakan yang seharusnya segera diambil guru pada saat terjadi gangguan (dimensi tindakan) dan penyembuhan  (kuratif) terhadap tingkah laku yang menyimpang yang terlanjur terjadi agar penyimpangan tersebut tindak berlarut-larut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan siswa merupakan suatu kedudukan dimana siswa sendirilah yang mencari tahu pengetahuan yang dipelajarinya. Siswa dikelompokan berdasarkan dengan kemampuan yang dimilikinya agar dapat membantu kepada siswa lainnya yang mengalami kesulitan belajarnya sehingga pembelajaranpun akan berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan.

a.        Usaha yang Bersifat Pencegahan

Tindakan atau usaha yang dapat guru lakukan dalam mengkondisikan proses pembelajaran supaya berlangsung dengan efektif yakni dengan tindakan pencegahan adalah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah laku menyimpang yang menganggu kondisi optimal berlangsungnya pembelajaran. Konsekuensinya adalah guru dalam menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan kelas harus merupakan langkah yang efektif dan efisien untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut mulyani sumantri sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 119) dalam mengembangkan keterampilan mengelola  siswa yang bersifat preventif, guru dapat menggunakan kemampuan dengan cara:

1)        Menunjukan sikap tanggap dalam tugas mengajarnya guru harus terlibat secara fisik maupun mental dalam arti guru selalu memiliki waktu untuk semua perilaku peserta didik, baik peserta didik yang mempunyai perilaku positif maupun perilaku yang bersifat negatif. Guru berperan dalam melakukan pengawasan peserta didik agar mengetahuai apa yang karakter masing masing setiap peserta didiknya.

2)        Membagi perhatian guru harus mampu membagi perhatian kepada semua peserta didik. Perhatian itu dapat bersifat visual maupun verbal.

3)        Memusatkan perhatian kelompok, mempertahankan dan meningkatkan keterlibatan peserta didik dengan cara memusatkan kelompok kepada tugas-tugasnya dari waktu kewaktu. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan selalu menyiagakan peserta didik dan menuntut  tanggungjawab  peserta didik akan tugas-tugasnya.

4)        Memberi petunjuk-petunjuk yang jelas, pertunjukan ini dapat dilakukan untuk materi yang disampaikan tugas yang diberikan dan prilaku-prilaku peserta didik lainnya yang berhubungan baik langsung maupun tidak pada pelajaran.

5)        Menegur , tegurlah peserta didik bila mereka menunjukan perilaku yang menganggu atau menyimpang. Sampaikan teguran itu dengan tegas dan jelas tertuju pada perilaku yang menganggu, menghindari ejekan dan peringatan yang kasar dan menyakitan.

6)        Memberikan penguatan, perilaku peserta didik baik yang positif maupun negative perilaku memperoleh penguatan. Perilaku positif diberikan pengutan agar perilaku tersebut muncul kembali.  Perilaku negatif diberikan penguatan dengan cara memberi teguran atau hukuman agar perilaku termasuk tidak terjadi kembali.

b.       Usaha yang Bersifat Penyembuhan (kuratif)

Berkenaan dengan kegiatan yang bersifat penyembuhan Johar Permana sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 122) mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut :

1)       Mengidetifikasi masalah

Pada langkah ini, guru mengenal atau mengetahui masalah-masalah pengelolaan kelas yang timbul dalam kelas. Berdasarkan masalah tersebut guru mengidentifikasi  jenis penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik melakukan penyimpangan tersebut. Misalnya dengan menyelidiki masalah yang sering timbul didalam proses pembelajaran dan mencari faktor utama yang menimbulkan masalah tersebut.

2)       Menganalisis masalah

Pada langkah ini guru menganalisis penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan itu. Selanjutnya menentukan alternatif-alternatif penanggulangannya. Menganalisis ini berarti memperkirakan atau memdeskripsikan masalah yang timbul yang akan mencari penyelesaiannya.

3)       Menilai alternatif-alternatif pemecahan

Pada langkah ini guru menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dianggap tepat dalam menanggulangi masalah.

4)       Mendapatkan balikan

Pada langkah ini guru melaksanakan monitoring, dengan maksud menilai keampuhan pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan kilas balik ini dapat dilaksanakan dengan mengadakan pertemuan dengan para pesrta didik. Pertemuan disini dijelaskan oleh guru sehingga peserta didik mengetahui serta menyadari  bahwa pertemuan diusahakan dengan penuh ketulusan, semata-mata untuk perbaikan, baik peserta didik maupun madrasah.

B.    Pengelolaan Guru

Pengelolaan pembelajaran terdiri dari beberapa pengelolaan, diantaranya pengelolaan guru. Menurut Majid (2009,  hlm. 123) mengemukakan bahwa “pengetahuan adalah abstraksi dari apa yang dapat diketahui dalam jiwa orang yang mengetahuinya. Pada dasarnya pengetahuan tidak bersufat spontan, melainkan pengetahuan harus diajarkan dan dipelajari.” Dengan kata lain pengetahuan itu harus diusahakan. Awal pengetahuan terjadi karena panca indra berinteraksi dengan alam nyata. Guru adalah orang yang bertugas membantu murid untuk mendapatkan pengetahuan sehingga ia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Guru harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang kondusif, karena fungsi guru di sekolah sebagai "bapak" kedua yang bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Jadi seorang guru yang memberikan pengetahuan, informasi terhadap siswanya supaya siswanya lebih mengembangkan potensi yang dimilikinya, dan supaya siswa lebih pintar ataupun menambah pengetahuannya lebih banyak lagi, atas apa yang telah guru sampaikan kepada siswanya. Karena seorang guru harus bisa menjadi guru yang disenangi oleh siswanya, supaya apa yang guru harapkan dalam pembelajaran bisa tercapai dengan baik.

 Ki Hajar Dewantara telah menggariskan pentingnya perannan guru dalam proses pendidikan dengan konsep pendidikan ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Ing ngarso sung tulodo berarti di depan memberi teladan. Asas ini sesuai perinsip modeling yang dikemukakan oleh Sarason  atau Bandura sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 126). Sarason dan bandura sama-sama menekankan pentingnya modeling atau keteladanan yang merupakan cara yang paling ampuh dalam mengubah perilaku inovasi seseorang.

Ing madya mangun karso berarti di tengah menciptakan peluang untuk berprakasa. Asas ini memperkuat peran dan fungsi guru sebagai mitra setara (di tengah), serta sebagai fasilitator (menciptakan peluang). Asas ini menekankan pentingnya produktivitas dalam pembelajaran. Dengan menerapkan asas ini para guru perlu mendorong keinginan berkarya dalam diri peserta didik sehingga mampu membuat suatu karya. Asas ini sesuai dengan perinsip pedagogi produktif yang menekankan produktivitas pembelajaran dalam mencapai hasil belajar.

Tut wuri handayani artinya dari belakang memberikan dorongan dan arahan. Hal ini mempunyai makna yang kuat tentang peran dan fungsi guru. Para guru perlu berperan sebagai pendorong atau motivator. Mereka juga perlu berperan sebagai pengarah atau pembimbing yang tidak membiarkan peserta didik melakukan hal yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, para guru perlu menjadi fasilitator agar dorongan dan bimbingan dapat terwujud dalam perubahan prilaku peserta didik. Peran guru sebagai mitra juga tersirat dalam asas tut wuri handayani. Fungsi pembimbing dan pendorong tidak menempatkan para guru pada hierarki teratas dalam pembelajaran. Guru mempunyai fungsi setara atau sejajar sebagai mitra, tetapi berfungsi dan beberapa sebagai pembimbing dan pendorong. Jadi pendidikan menurut konsep Ki Hajar Dewantara sebagaimana dikutip oleh menurut Sadulloh (2010, hlm. 106) mengemukakan bahwa “hasil interaksi antara pembawaan dan potensi dengan bakat yang dimiliki anak, dimana dalam proses interaksi tersebut pendidik memiliki peran aktif, tidak menyerahkan begitu saja kepada anak didik, dan sebaliknya pendidik tidak boleh dominan menguasai anak.” Dalam rangka mendorong peningkatan prodesionalisme guru, secara tersirat undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 pasal 35 ayat 1 telah mencantumkan standar nasional pendidikan yang meliputi: isi, proses, kompetensi, lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan perasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala."

Standar yang dimaksud dengan hal ini menurut Arikunto sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 127) mengemukakan bahwa “suatu kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan oleh program berdasarkan atas sumber, prosedur dan manajemen yang efektif. Sedangkan kriteria adalah sesuatu yang menggambarkan ukuran keadaan yang dikehendaki.” Secara konseptual, standar juga dapat berfungsi sebagai alat untuk menjamin bahwa program-program pendidikan suatu profesi dapat memberikan  kualifikasi kemampuan yang harus dipenuhi oleh calon sebelum masuk kedalam profesi yang bersangkutan. Sedangkan kompetensi adalah seperangkat tindakkan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketepatan dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukan sebagai kebenaran tindakkan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan. Kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru supaya layakkan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan. Berkenaan dengan standar kompetensi guru, direktorat jenderal pendidikan dasar dan menengah departemen jenderal pendidikan dasar dan menengah departemen pendidikan nasional telah menyusun secara khusus rumusan standar kompetensi guru yang terdiri dari tiga komponen, yaitu:

a.        Komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran yang meliputi: 1) penyususnan rencana pembelajaran; 2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar; 3) penilaian prestasi belajar peserta didik; 4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian.

b.       Komponen kompetensi pengembangan potensi yaitu pengembangan profesi.

c.        Komponen-komponen penguasaan akademik yang meliputi: 1) pemahaman wawasan pendidikan; dan 2) penguasaan bahan kajian.

Untuk mencapai standar tersebut, maka harus dilakukan berbagai upaya baik yang dilakukan oleh guru secara individu maupun oleh lembaga formal instansi bersangkutan. Guru seyogyanya memiliki sensitivitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran berjalan secara efektif atau tidak. Apa yang harus dilakukan oleh guru? Pernyataan tersebut dijawab oleh sarah sebagaimana dikutip oleh Majid (2009, hlm. 128-129)

a.        Selalu membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar.

b.       Bergeser pada pola baru yaitu guru sebagai "mitra" atau "pasilitator" pada semua.individu.

c.        Bersikap kritis,kreatif dan produktif.

d.       Mengubah pola tindakkan peran siswa sebagai konsumen (mendengar, menghafal, mencatat) karena pola baru peran siswa sebagai produsen (bertanya, meneliti, mengarang, menulis, dan lain sebagainya).

e.        Kreatif untuk menghasilkan karya pendidikan seperti: pembuatan alat bantu belajar, analisis bahan ajarbakar, penyusunan alat rencana penilaian yang beragam dan lain sebagainya.

C.   Pengelolaan Pembelajaran

Pengelolaan pembelajaran terdiri dari beberapa pengelolaan, diantaranya pengelolaan pembelajaran. Menurut (Sanjaya. 2009) sebagaimana dikutip oleh Marasabessy (2012: hlm. 8) Pengelolaan pembelajaran adalah sebuah kegiatan untuk mengendalikan aktifitas pembelajaran berdasarkan konsep dan prinsip pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengelolaan pembelajaran diawali dengan penentuan strategi dan perencanaan, proses dan diakhiri dengan penilaian.

Pengelolaan pembelajaran disini maksudnya guru harus melakukan suatu perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pembelajaran, yang mana agar pembelajran tersebut teratur serta tujuan pembelajran dapat tercapai. Yang mana diawali denganpenentuan strategi dan perencanaan, kemudian bagaimana dalam pelaksanaanya atau prosesnya, dan diakhiri dengan penilaian, baik itu penilaian tes dan non tes.



1.     Prinsip- Prinsip Pembelajaran

Bahasa adalah alat komunikasi antar manusia. Dan kita telah menemukan bahwa terdapat perbedaan dalam cara- cara orang berbicara. Ada yang berbicara panjang lebar, padahal informasi yang didapatkan sedikit saja, sementara ada yang memiliki pengetahuaj yang banyak tetapi ia membutuhkan kekuatan ungkapan untuk menyampaikan pengetahuan itu. Bahkan ada yang memperpanjang pembicaraan, sementara dia mengetahui bahwa hal itu bisa diringkas tanpa menghilangkan sedikit pun inti pembicaraan. (Majid, A. 2009: hlm. 130)

Dapat kita bayangkan apabila di dunia ini tidak ada bahasa, maka kita akan kesulitan dalam berkomunikasi, maka dari itu bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi antar manusia, sebagai penghubung, agar terjadinya kesepahaman antar satu dengan yang lainnya. Mengenai cara-cara orang berbicara, benar bahwa adanya orang yangbberbicara panjang tapi informasi atau pengetahuan yang ia miliki sedikit, dan ada pula yang memiliki informasi atau pengegahuan banyak, tapi ia memerlukan kekuatan lebih untuk mengutarakan informasi atau pengetahuannya. Hal ini dapat disebabkan karena rasa tidak percaya diri.

Hal tadi merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang kita hadapi. Maka, kita harus mencari cara terbaik sekaligus benar untuk berkomunikasi dengan siswa. Menurut Majid (2009, hlm. 130) cara berkomunikasi yang baik yaitu kita tidak berbicara dengan sambung menyambung (nyerocos), akan tetapi dengan cara terpisah- pisah atau jeda. Dalam hal ini benar bahwa dalam pembelajaran kita tidak boleh menjelaskan pada siswa terlalu cepat, karena siswa akan kesulitan dalam menangkap informasi atau pengetahuan yang akan ditangkapnya. Dengan hal ini, sebagai pendidik kita harus memberikan informasi atau ilmu yang kita miliki secara perlahan, dengan adanya jeda, atau bisa juga kita mengulang kalimat kita terdebut sebanyak 3 kali.

Setelah membahas mengenai cara berkomunikasi yang baik, alangkah baiknya apabila kita mengetahui prinsip-prinsip pembelajaran, menurut Majid ( 2009.  hlm. 131) prinsip-prinsip belajar adalah sebagai berikut:

a.    Motivasi: Segala ucapan yang mempunyai kekuatan yang dapat menjadi pendorong kegiatan individu untuk melakukan suatu kegiatan mencapai tujuan. Kebutuhan akan pengakuan sosial mendorong seseorang untuk melakukan berbagai upaya kegiatan sosial. Motivasi terbentuk oleh tenaga- tenaga yang bersumber dari dalam dan dari luar individu.

Apabila kita memberikan kalimat yang memberikan motivasi pada orang lain maka, hal tersebut dapat mendorong seseorang untuk bersemangat kembali dslam melaksanakan suatu hal. Selain itu dengan memotivasi orang lain juga memberikan kepuasan tersendiri apabila perkataan atau kalimat yang kita lontarkan pada orang tersdbut menjadi penyemangatnya. Contohnya : Andi memiliki nilai yang jelek, maka sebagai sorang pendidik kita harus merangkulnya dengan memberikan kalimat yang dapat membangiktkan semangatnya dan membuat nya terpacu untuk belajar lebih giat agar mendapat nilai baik pada ulangan selanjutnya.

b.    Fokus: ucapannya ringkas, langsung pada inti pembicaraan tanpa ada kata yang memalingkan dari ucapannya, sehingga mudsh dipahami. Memulai pembicaraan atau dalam memberikan informasi, kita harus fokus pada apa yang kita bicarakan, jangan sampai informasi yang kita miliki tidak tersampaikan sedangkan hal yang tidak pentinglah yang justru kita sampaikan. Hal ini perlu kita tekankan bahwa kita harus berbicara langsung pada intinya dan tetap fokud pada tujuan kita dalam memberikan informasi.

c.    Pembicaraannya tidak terlaku cepat, sehingga dapat memberikan waktu yang cukup kepada anak untuk menguasainya. Seperti yang telah kita singgung sebelumnya bahwa dalam cara berkomunikasi dengan siswa harus memberikan jeda, maka disini kita harus memberikan informasi secara perlahan, dengan memberikan jeda- jeda yang pas, dan dapat juga kita berikan pengulangan kalimat sebanyak 3 kali.

d.   Repetisi: hal ini telah kita bahas pada poin ketiga bahwa senantiasa melakukan tiga kali pengulangan pada kalimat- kalimatnya supaya dapat diingat atau dihafal.

e.    Analogi langsung: maksudnya disini adalah dengan melihat suatu objek yang dapat memotivasi kita atau membuat kita menjadi lebih bersemangat dalam mengerjakan sesuatu hal. Misalnya: seorang anak mengagumi kakaknya yang baik, pintar dan penurut, sehingga dapat memberikan motivasi, hasrat ingin tahu bagaimana dapat menjadi sosok seperti itu, memuji atau mencela, dan mengasah otak untuk menggerakan otak atau timbul kesadaran untuk bisa mencapai yang diinginkannya.

f.     Memperhatikan keragaman anak, sehingga dapat melahirkan pemahaman yang berbeda dan tidak terbatas pada satu pemahaman saja, dan dapat memotivasi siswa untuk terus belajar tanpa dihinggapi perasaan jemu. Seperti yang kita ketahui bahwa setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda-beda, sekalipun orang tersebut lahir dalam kondisi kembar. Maka dalam hal ini sebagai pendidik kita harus memperhatikan keragaman anak, baik itu dari karakteristik siswanya, cara belajarnya dan yang lainnya. Yang mana hal ini menambah kesan menarik dengan keberagaman anak, yang dapat dikembangkan kembali pembelajarannya, suapaya tidak menyebabkan kejemuan atau bosan dan terkesan pembelajarannya menarik dan nyaman.

g.    Memperhatikan tiga tujuan moral, yaitu kognitif atau pengetahuan, emosional dan kinetik. Dalam mengelola pembelajaran tentu saja kita patut untuk memperhatikan dari kognitif atau pengetahuan yang akan kita sampaikan atau kita transfer lada siswa, kemudian dari emosioal, apabila dalam pembelajaran seorang pendidik harus dapat mengendalikan emosinya. Jangan sampai masalah yang didapat pendidik di luar sekolah di bawa ke dalam kelas (bersikap profesional).

h.     Memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak (aspek psikologi atau ilmu jiwa). Dalam hal ini pendidik tentunya patut memperhatikan masalah ini karena dengan memperhatikan pertumbuhan anak dan perkembangan anak dalam pembelajaran, supaya mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang yang telah pendidik sampaikan.

i.      Menumbuhkan kreativitas anak, dengan mengajukaj pertanyaan, kemudian mendapat jawaban dari anak yang diajak bicara. Hal ini memancing siswa supaya mau mengungkapkan pendapatnya, dengan begitu akan terjadi komunikasi yang baik antara pendidik dan siswa.

j.      Berbaur dengan anak-anak, masyarakat dan sebagainya, tidak terpisah/eksklusif. Misalnya dengan acara makan bersama, musyawarah bersama dan berjuang bersama mereka. Hal ini akan semakin mempererat hubungan antar satu sama lain.

k.    Aplikasi, dalam pembelajaran pelaksanaanya sangat penting. Sebagai pendidik kita harus mempersiapkan segala macamnya. Entah itu bahan ajar, pendekatan, metode, strategi, atau model yang akan kita gunakan dalam pembelajran.

l.      Do'a, setiap perbuatan diawali dan diakhiri dengan berdo'a terlebih dahulu dengan menyebut nama Allah. Sebagaimana kita orang muslim tentu saja harus saling mendo'akan demi kebaikan kita.

Teladan, satu kata anatara ucapan dan perbuatan yang dilandasi dengan niat yang tulus karena Allah. Sehingga ucapan dan perbuatan yang kita utarakan dan laksanakan semata- mata tulus karena Allah dan segala sesuatunya itu bernilai positif.

2.     Prosedur Pembelajaran

Perekayasaan proses pembelajaran dapat didesain oleh guru sedemikian rupa. Idealnya kegiatan untuk siswa pandai harus berbeda dengan kegiatan untuk siswa sedang atau kurang, walaupun untuk memahami satu jenis konsep yang sama karena setiap siswa mempunyai keunikan masing- masing. Hal ini menunjukan bahwa pemahaman terhadap pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran tidak bisa diabaikan (Majid. 2009: hlm.132).

Seperti yang kita bahas sebelumnya bahwa pemikiran, kemampuan, karakteristik dan yang lainnya setiap orang pasti berbeda-beda. Tak jauh berbeda dengan pembelajaran disini antara siswa yang pintar dapat memahami materi dengan satu kali penjelasan, dan ada siswa yang kurang pintar harus berulang-ulang kali. Maka dari itu kita sebagai pendidik harus mencari pendekatan, metode, teknik yang pas untuk pembelajaran, agar pembelajaran dapat merata.

Pendekatan dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat dan belajar mengajar.Metode adalah rencana yang menyeluruh tentang penyajian materi ajar secara sistematis dan berdasarkan pendekatan yang ditentukan. Teknik tidak adalah kegiatan spesfik yang diimplementasikan dalam kelas sesuai dengan metode dan pendekatan yang dipilih. Pendekatan bersifat aksiomatis, metode bersifat prosedural, dan teknik bersifat oprasional (Majid. 2009, hlm.132-133)

a.        Pendekatan

Menurut (Sanjaya, 2007) sebagaimana dikutip oleh Hamruni (2012, hlm. 5) pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajran. Pendekatan disini adalah sebagai titik tolak ukur yaitu sejauh mana atau sudah berhasil atau belum pembelajaran yang kita sampaikan dipahami atau tidaknya oleh siswa dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran menurut (Roy Killen, 1998) sebagaimana dikutip oleh Hamruni (2012, hlm. 5) dibagi menjadi dua yaitu:

1)       Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher- centred approaches)

Menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajran deduktif (guru secara aktif membimbing siswa), atau pembelajran ekspositori (guru memegang peran dominan). Maksud dari pendekatan yang berpusat pada guru disini yaitu guru memberikan konsep pembelajran, membimbing siswa-siswanya, dan dalam hal ini guru lah yang berperan aktif atau dominan dibanding siswanya.

2)       Pendekatan yang berpusat pada siswa (student- centred approaches)

Menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembeljaran induktif. Maksud dari pendekatan yang berpusat pada siswa disini yaitu siswa disini pada saat pembelajaran berperan lebih aktif dari pada guru. Materi pembelajaran tidak hanya mengandalkan buku- buku atau dari guru saja, akan tetapi bisa dari pengalaman atau pengetahuan siswa dari kehidupannya sehari- hari dan pendekatan ini pun memacu siswa untuk berfikir kritis.

b.       Metode

Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antata guru dengan peserta didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan (Majid. 2009, hlm.135) Proses belajar mengajar tidak akan terjadi apabila komunikasi antara guru dan peserta didik tidak berjalan dengan baik, maka dari itu, interaksi antara guru dan peserta didik harus sinkron, nyambung, supaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut (Hamruni, 2012, hlm. 6) Metode didefinisikan sebagai cara- cara menyajikan bahan pelajaran pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai suatu tujuan tentu saja tidak dapat langsung, semuanya melalui proses, step by step yang harus dilewati terlebih dahulu. Setiap guru pasti memiliki perbedaan dalam menentukan metode dalam pembelajaran.

Metode apapun yang digunakan oleh pendidik atau guru dalam proses pembelajaran, yang perlu diperhatika adalah akomodasi menyeluruh terhadap prinsip- prinsip KBM (Majid. 2009, hlm.136).

1)       Berpusat kepada anak didik (student oriented). Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Satu kesalahan jika guru memperlakukan mereka secara sama. Gaya belajar (learning style) anak harus diperhatikan. Hal ini jelas, seperti yang telah kita bahas sebelum-sebelumnya bahwa anak didik berbeda antar satu sama lain, mereka memiliki perbedaan dalam baik dalam karakteristik, sikap, gaya belajar pola pikir, dan yang lainnya, maka dari itu anak didik disebut sebagai sesuatu yang unik.

2)       Belajar dengan melakukan (learning by doing). Supaya proses belajar itu menyenangkan, guru harus menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperoleh pengalaman nyata. Belajar langsung adalah hal yang menyenangkan. Terlebih ketika kita merasa pusing dengan berbagai teori yang memusingkan, akan mudah mengerti apabila dengan melakukannya langsung. Misalkan dalam mempelajari tentang Ipa Perubahan Zat. Maka apabila siswa mempelajarinya langsung dengan praktek maka mereka akan mudah mengingatnya.

3)       Mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live together). Proses pembelajaran bukan hanya sekedar memperoleh ilmu pengetahuan, akan tetapi proses pembelajaran disini juga sebagai tempat interaksi sosial antara pendidik dengan siswa dan siswa dengan siswa. Interaksi sosial didapatkan dari siswa dengan siswa dalam pembelajaran dapat dengan pendidik membagi-bagi siswa berkelompok, sehingga terjadi interaksi antara siswa satu dengan siswa lainnya. Sedang pendidik dengan siswa yaitu pendidik memberikan pertanyaan-pertanyaan pada siswa mengenai pembelajaran dan mendapat respon dari siswa, maka terjadilah interaksi antara pendidik dan siswa.

4)       Mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin tauhu anak didik. Juga mampu memompa daya imajinatif anak didik untuk berfikir kritis dan kreatif.

5)       Mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan yang dilakukan oleh guru bagaimana merangsang kreativitas dan daya imajinasi anak untuk menemukan jawaban terhadap setiap masalah yang dihadapi anak didik. Pendidik harus kreatif dalam hal ini. Yang mana supaya peserta didik dapat terpacu untuk berfikir kritis dalam menemukan jawaban dari pertanyaan yang di berikan guru.

c.        Teknik

proses kegiatan belajar mengajar tidaklah berdiri sendiri melainkan terkait dengan komponen materi dan waktu langkah pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan sisiwa secara berurutan sehingga cocok dengan pertumbuhan dan perkembanagan siswa. Teknik pembelajaran yang beroentasi pada pengembangan kognitif banyak sekali diantaranya dengan sorongan pada saat mengaji/menghapal ayat ayat al-Quran (biasanya diterapkan di pesantren-pesantren tradisional). Teknik psikomotor diantaranya drill dan practice berlatih dan memperaktekkan seperti pada materi menghapalkan huruf al-Quran, berwudhu dan praktek ibadah salat.  Teknik pembelajaran yang berorientasi pada nilai afektif ada bermacam–macam diantaranya ialah:

1)            Teknik indokrinasi: prosedur teknik ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:

a)      Tahap brainwashing yakni pendidik memulai pendidikan nilai dengan jalan merusak tata nilai yang sudah mapan dalam pribadi siswa untuk dikacaukan sehingga mereka menjadi tidak mempunyai pendirian lagi.

b)      Tahap menanamkan fanatisme yakni pendidik berkewajiaban menanamkan ide-ide baru dianggap benar sehingga nilai-nilai yang ditanamkannya masuk kepada anak tanpa melalui pertimbangan rasional yang mapan.

c)      Tahap penanaman dokrin pada tahap ini pendidik dapat menggunakan pendekatan emosional keteladanan.saat penanaman doktrin hanya dikenal adanya satu nilai kebenaran yang disajikan dan tidak ada alternative lain.

2)            Teknik moral reasoning: langkah-langkah teknik dilakukan dengan jalan:

a)      Penyajian dilema moral pada tahap ini siswa dihadapkan dengan problematika nilai yang bersifat kontradiktif dari yang bersifat sederhana sampai dengan kompleks.

b)      Pembagian kelompok diskusi setelah disajikan problematika moral tersebut kemudian siswa dibagi kedalam berbagai kelompok kecil untuk mendiskusikan  hasil pengamatan terhadap dilema moral tersebut

c)      Hasil diskusi kelompok selanjutnya dibawa kedalam diskusi kelas dengan tujuan untuk mengadakan klarifikasi nilai membuat alternatif dan konsekuensinya

d)     Siswa mendiskusikan secara intensif dan melakukan seleksi  nilai yang dipilih sesuai dengan alternatif yang diajukan  dan siswa mengorganisasikan nilai-nilai terpilih tersebut dalam dirinya.

3)            Teknik meramalkan konsekuensi: teknik ini merupakan penerapan dari pendekatan rasional dalam mengajarkan nilai. Langkah–langkahnya sebagai berikut:

a)      Siswa diberikan kasus melalui cerita, membaca majalah, melihat film, atau melihat kejadian konkret  dilapangan.

b)      Siswa diberi beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan nilai-nilai yang ia lihat, ketahui dan ia rasakan. Pertanyaan itu adakalanya bersifat memperdalam wawasan

4)            Teknik klarifikasi: teknik ini merupakan salah satu cara untuk membantu anak dalam menentukan nilai-nilai yang akan dipilihnya. Dalam teknik ini dapat ditempuh lewat tiga tahap, yaitu:

a)       Tahap pemberian contoh: pada tahap ini guru memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang baik dan memberikan contoh penerapannya. Misalnya dalam pembelajaran guru bisa melibatkan siswa secara langsung melalui kegiatan observasi, melibatkan siswa dalam kegiatan nyata atau bisa juga guru memberikan contoh secara langsung kepada para siswanya.

b)      Tahap mengenal kelebihan dan kekurangan nilai yang telah diketahui oleh siswa lewat contoh-contoh tersebut seperti diatas. Misalnya pada saat pembelajaran guru menggunakan metode diskusi atau tanya jawab guna melihat kelebihan dan kekurangan dari nilai tersebut, setelah melihat nilainya siswa bisa mengetahui, memilih, dan menyetujui nilai yang dianggap paling benar.

c)      Tahap mengorganisasikan tata nilai pada diri siswa.Setelah pemilihan nilai yang dianggap benar tersebut, siswa dapat mengorganisasikan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan nilai tersebut sebagai pribadinya.

5)            Teknik internalisasi: apabila teknik-teknik di atas hanya terbatas pada pemilihan nilai dengan disertai wawasan yang cukup luas dan mendalam maka dalam teknik internalisasi ini sasarannya sampai kepada tahap pemilikan nilai yang menyatu dalam kepribadian siswa, atau sampai pada taraf karakterisasi atau me-watak. Tahap-tahap internalisasi ini adalah:

a)      Tahap tranformasi nilai: pada tahap ini guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan kurang baik kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal. Jadi, pada tahap ini guru hanya sebatas memberitahukan mana yang yang baik dan mana yang kurang baik kepada siswa. Misalnya guru menjelaskan bahwa bersikap arogan itu tidak baik, seharusnya siswa mempunyai perilaku yang sopan, ramah, tidak keras kepala, dan sebagainya.

b)      Tahap transaksi nilai: yakni suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa dan guru bersifat timbal balik. Apabila pada tahap transformasi, komunikasi masih dilakukan satu arah yakni oleh guru saja (guru yang aktif). Pada tahap transaksi ini, guru dan siswa sama-sama harus berperan aktif. Dalam tahap ini guru tidak hanya menyajikan informasi tentang nilai baik buruknya sesuatu, tetapi juga guru terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh yang nyata dan siswa diminta memberikan respon yang sama, yakni menerima dan mengamalkan nilai tersebut.

c)      Tahap transinternalisasi: tahap ini jauh lebih dalam dari sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mental (kepribadiannya). Begitu juga dengan guru memandang siswa, bukan dari sosok fisiknya melainkan dari kepribadian siswanya. Proses dari transinternalisasi itu mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks, yaitu mulai dari: (1) menyimak (receiving), yakni kegiatan siswa untuk bersedia menerima adanya stimulus yang berupa nilai-nilai baru yang dikembangkan dalam sikap afektif; (2) menanggapi (responding), yakni kesediaan siswa untuk merespon nilai-nilai yang ia terima dan sampai ke tahap memiliki kepuasan untuk merespon nilai tersebut; (3) memberi nilai (valuing), yakni sebagai kelanjutan dari aktivitas merespon nilai menjadi siswa mampu memberikan makna baru terhadap nilai-nilai yang muncul dengan kriteria nilai-nilai yang diyakini kebenarannya; (4) mengorganisasi nilai (organization of value), yakni aktivitas siswa untuk mengatur berlakunya sistem nilai yang ia yakini sebagai kebenaran dalam kepribadiannya sendiri sehingga ia memiliki satu sistem nilai yang berbeda dengan orang lain; (5) karakteristik nilai yakni dengan membiasakan nilai-nilai yang benar dan diyakini, dan yang telah terorganisir dalam laku pribadinya sehingga nilai tersebut sudah menjadi watak (kepribadiannya), yang tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupannya.

D.   Pengelolaan Kelas

1.     Pengertian Pengelolaan Kelas

Bisa berjalan baik atau tidaknya suatu pembelajaran di kelas tergantung dari kemampuan seorang guru dalam mengelola kelasnya. Sehingga strategi pembelajaran yang telah dibuat guru dapat berjalan dengan baik dan bahan materi ajar dapat diterima atau dipamahami oleh siswa. Menurut Bachari (2008, hlm. 20) mengemukakan bahwa “pengelolaan kelas adalah rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan mempertahankan organisasi kelas yang efektif, yaitu meliputi tujuan pengajaran, pengaturan waktu, pengaturan ruangan dan peralatan, dan pengelompokan siswa dalam belajar.” Sedangkan, Joni, Raka sebagaimana dikutip oleh Bachari (2008, hlm. 20) mengemukakan bahwa “pengelolaan kelas adalah segala kegiatan guru di kelas yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar.”

Dari beberapa pendapat diatas menyatakan bahwa di dalam pengelolaan kelas ini adanya suatu kegiatan guru dalam menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi yang efektik dan optimal dalam proses pembelajaran di kelas. Maksud dari kondisi efektif dan optimal dalam proses pembelajaran adalah pencapaian pembelajaran yang ingin dicapai dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh guru dalam strategi pembelajaran, dan memaksimalkan kemampuan siswa untuk dapat berkontribusi atau berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Jadi, pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang efektif dan optimal, sehingga pencapaian pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah ditetapkan  oleh guru dan mengembangkan kemampuan siswa  untuk dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas.

Sementara itu, Wilford A. Webber sebagaimana dikutip oleh Bachari (2008, hlm. 20) mengemukakan bahwa pengelolaan kelas adalah:

a.        Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui penggunaan disiplin (pendekatan otoriter) seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui intimidasi tim (pendekatan intimidasi).

b.       Seperangkat kegitan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa (pendekatan permisif) seperangkat kegiatan guru menciptakan suasana kelas dengan cara mengikuti petunjuk atau resep yang telah disajikan (pendekatan buku masak).

c.        Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan suasana kelas yang efektif melalui perencanaan pembelajaran yang bermutu dan dilaksanakan dengan baik (pendekatan instruksional).

d.       Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didikyang diinginkan dengan mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan (pendekatan perilaku).

e.        Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosionaal kelas yang positif (pendekatan penciptaan iklim sosio-emosional).

f.        Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif (pendekatan sistem sosial).

Dari pendapat Wilford A. Webber tersebut juga dijelaskan adanya kegiatan guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi siswa di dalam kelas yang efektif supaya pencapai pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapakan. Namun dalam hal ini, sesuai degan pendapat Wilford A. Webber bahwa di dalam pengelolaan kelas ini adanya suatu pendekatan-pendekatan, yaitu: pendekatan otoriter, pendekatan intimidasi, pendekatan permisif, pendekatan buku masak, pendekatan instruksional, pendekatan perilaku, pendekatan, penciptaan iklim sosio-emosional, pendekatan sistem sosial.  Sehingga seorang guru harus mampu melakukan pendekatan-pedekatan tersebut di dalam pengelolaan kelas, supaya dapat menciptakan dan mempertahankan kondisi siswa di dalam kelas yang efektif.

Maka dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi situasi belajar siswa yang efektif di dalam kelas, sehingga pencapaipan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menjadikan siswa ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa mendapatkan pengalaman yang berkmakna.

2.     Pengelolaan Kelas

Supaya pembelajaran dapat berjalan dengan efektif, maka seorang guru harus mampu mengelola kelasnya dengan baik. Menurut Harmer sebagaimana dikutip dalam Wachyudi, dkk. (2015, hlm. 41) ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik ketika mengajar di kelas agar bisa mengelola kelas dengan baik yaitu proximity (kedekatan), appropriacy (kelayakan), movement (gerakan), dan awareness (kesadaran). Berikut ini penjelasan mengenai hal tersebut:

a.        Proximity (Kedekatan)

Seorang guru dalam hal ini harus mampu mendekatkan dirinya dengan siswa ketika siswanya tersebut memerlukan bantuan di dalam memenuhi kebutuhannya dalam proses pembelajaran.

b.       Appropriacy (Kelayakan)

Seorang guru harus mampu memposisikan dirinya didepan kelas layaknya seorang guru yang mampu memberikan bantuan sehingga siswa tidak merasa canggung kepada gurunya.

c.        Movement (Gerakan)

Seorang guru harus selalu begerak menghampiri siswa-siswanya di dalam kelas dikala proses pembelajaran, sehingga guru mengetahui masalah atau kebutuhan setiap siswa dalam proses pembelajaran.

d.       Awareness (Kesadaran)

Seorang guru harus mampu menyadari masalah atau kebutuhan yang dialami oleh siswanya, sehingga guru dapat memberikan bantuan atau solusi yang diperlukan oleh siswanya.

Setelah adanya hal-hal yang perlu guru perhatikan dalam proses pembelajaran, ada juga hal yang perlu guru lakukan dalam pengelolaan  menurut Shakila sebagaimana dikutip dalam Wachyudi, dkk. (2015, hlm. 41) mengeksplorasi bagian-bagian dari pengelolaan kelas yang selalu terkait pada motivasi (giving feedback), mengontrol peserta didik, pengaturan tempat duduk, dan interaksi antara pendidik dan peserta didik. Berikut ini penjelasan mengenai hal tersebut:

a.        Motivasi (Giving Feedback)

Motivasi (Giving Feedback)  adalah seorangguru memberikan suatu motivasi belajar pada siswa, agar siswa  mampu mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya. Motivasi (Giving Feedback) mempunyai dua fungsi, yaitu: Positive feedback.  Memberikan dampak yang baik kepada siswa, sehingga membantu mereka terdorang untuk belajar. ; Negative feedback,  memberikan dampak yang tidak baik, sehingga justru malah mengurangi dan menurunkan minat siswa dalam belajar.

b.       Mengontrol Peserta Didik

Mengontrol peserta didik adalah seorang guru harus melihat atau memperhatikan perkembangan siswanya dalam proses pembelajaran di kelas dengan melihat hasil belajar ataupun dalam proses pembelajaran. sehingga guru dapat mengetahui pencapaian perkembangan kemampuan belajar siswanya.

c.        Pengaturan Tempat Duduk

Pengaturan tempat duduk adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam memposisikan tempat duduk siswanya sesuai dengan kebutuhan siswa dan menjadikan diantara para siswa menjadi saling mengenal satu sama lain dan menjalin keakraban diantara para siswa.

d.       Interaksi antara Pendidik dan Peserta Didik

Interaksi antara pendidik dan peserta didik adalah adanya suatu hubungan komunikasi yang terjalin dengan baik di dalam kelas, yakni antara guru dan siswa. Sehingga, di dalam pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai yang guru intstruksikan dalam kelas dan sehingga adanya saling tukar pikiran dalam pemahaman materi pelajaran.

3.     Pengorganisasian Kelas

Menurut Kennedy dan Tipps sebagaimana dikutip dalam Sa’diyah & Sukayati (2011, hlm. 17-19) beberapa pengorganisasian atau susunan kelas yang dapat diimplementasikan di kelas, yaitu:

 





a.        Susunan kelas tradisional


 

 Pada susunan kelas tradisional, posisi meja guru  berada di depan tengah-tengah meja anak.

b.       Susunan kelas dengan meja dan karpet untuk kerja kelompok, games, dan manipulatif.




 


Pada posisi ini, meja anak disatukan sesuai dengan kelompoknya. Lalu posisi meja guru berada disamping menghadap meja anak untuk mengawasi dan memfasilitasi kegiatan kelompok. Setelah itu karpet dan meja kerja digunakan untuk mendemonstrasikan dan menggunakan alat peraga. Dan terakhir adanya almari untuk menyimpan alat peraga, buku sumber, dan hasil karya kelompok.

c.        Susunan kelas laboratorium

 

 Pada susunan kelas laboratorium adanya beberapa meja kerja yang digunakan untuk praktik dan percobaan ilmiah. Lalu ada 2 almari untuk menyimpan alat-alat untuk praktik dan percobaan. Dan adanya 3 komputer sebagai penunjang kegiatan praktik dan percobaan atau untuk tutorial kegiatan praktik dan percobaan.

d.       Susunan kelas dengan meja untuk projek (tugas) dan pusat belajar.


 

 Pada susunan kelas dengan meja untuk projek dan pusat belajar, semua meja anak menghadap meja kerja yang guna untuk menunjukan alat-alat peraga dan sumber belajar sehingga siswa mengetahui secara kongkrit alat dan sumber belajarnya. Lalu alamari digunakan untuk menyimpan alat-alat dan sumber belajar setelah digunakan. Dan adanya meja guru di samping menghadap meja kerja.

                           













                                                                                                                                                                 BAB III  

                                                                       PENUTUP



A.   Kesimpulan

Pengelolaan pembelajaran dan pengembangan bahan ajar  dalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam mengatur atau mengelola aktifitas belajar siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga di dalam pengelolaan pembelajaran dan pengembangan bahan ajar, adanya beberapa pengelolaan yang perlu guru pahami, diantaranya sebagai berikut: pengelolaan siswa, pengelolaan guru, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan lingkungan kelas.

 Pengelolaan siswa adalah kegiatan yang guru lakukan dalam pemebelajaran dengan guru hanya sebagai fasilitator saja, dimana guru harus mampu mengarahkan, mengkondisikan, dan membimbing siswa menemukan pengetahuan selama proses pembelajaran. Selebihnya, siswa lah yang berperan aktif dalam pembelajaran. Selanjutnya, penngelolaan guru adalah seorang guru harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang kondusif, karena fungsi guru di sekolah sebagai "bapak" kedua yang bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Jadi seorang guru yang memberikan pengetahuan, informasi terhadap siswanya supaya siswanya lebih mengembangkan potensi yang dimilikinya, dan supaya siswa lebih pintar ataupun menambah pengetahuannya lebih banyak lagi, atas apa yang telah guru sampaikan kepada siswanya.

Pengelolaan pembelajaran adalah seorang guru harus melakukan suatu perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan pembelajaran, yang mana agar pembelajran tersebut teratur serta tujuan pembelajran dapat tercapai. Yang mana diawali dengan penentuan strategi dan perencanaan, kemudian bagaimana dalam pelaksanaanya atau prosesnya, dan diakhiri dengan penilaian, baik itu penilaian tes dan non tes. Lalu dilanjutkan dengan pengelolaan kelas,  pengelolaan kelas adalah suatu kegiatan guru dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang efektif dan optimal, sehingga pencapaian pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah ditetapkan  oleh guru dan mengembangkan kemampuan siswa  untuk dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas.

B.    Saran

Semoga dengan para guru memahami pengelolaan pembelajaran dan pengembangan bahan ajar, diharapkan para guru mampu mengelola atau mengatur aktifitas belajar siswa dengan baik. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang ditetapkan sebelumnya. 






















DAFTAR PUSTAKA







Bachari, A. D. (2008). Manejemen Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung: UPI PRESS.



Hamruni. (2012). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani



Majid, A. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.



Marasabessy, A. (2012). Analisis Pengelolaan Pembelajaran yang Dilakukan Oleh Guru yang Sudah Tersertifikasi dan yang Belum Sertifikasi Pada Pembelajaran Ipa Dikelas V Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan, vol 13,hlm. 8-11.



Sa’diyah, C. dkk. (2011). Pengelolaan Kelas dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Matematika di SD. Yogyakarta: Pusat Perkembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika 2011.



Sadulloh, U. (2010). Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: ALPABETA.



Wachyudi, K. dkk.(2015). Analisis Pengelolaan dan Interaksi Kelas Dalam Pengajaran Bahasa Inggris. Jurnal Ilmiah Solusi, vol 1, hlm. 41.




No comments:

Post a Comment